ILMU PEMERINTAHAN SEBAGAI SUATU DISIPLIN ILMU
(Pernah Diajukan dalam Tugas Program Pascasarjana Magister Ilmu
Pemerintahan)
A.
Latar Belakang
Bertolak dari pemikiran Bayu
Surianingrat yang mengemukakan disiplin ilmu yang tertua adalah ilmu
pemerintahan karena sudah dipelajari sejak sebelum masehi oleh para filosof.
Dewasa ini, ilmu pemerintahan berjuang keras untuk menjadi ilmu yang mandiri.
Untuk memahami makna dari sebuah teori dan definisi ilmu, hendaknya
memperhatikan latar belakang lahirnya teori dan defenisi ilmu tersebut secara
filosofis, waktu, situasi kondisi dan latar belakang keilmuwan yang melahirkan
teori/defenisi tersebut.
Latar belakang pemikiran ini
dipengaruhi oleh ruang, waktu, tempat, variasi situasi kondisi dan juga latar
belakang bidang studi (pendidikan) ilmuwan. Sebelum kita terlalu jauh membahas
masalah metode pendekatan historis dalam mencari, menemukan, mengembangkan dan
atau menerapkan/mengaplikasikan ilmu pemerintahan, terlebih dahulu kita
singgung hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian dan metode ilmu.
B.
Pengertian – Pengertian
Ilmu pemerintahan yang kita bahas
saat ini, bisa dikategorikan ilmu yang masih baru, atau meminjam pendapat
Soewargono (1995:1), ilmu pemerintahan masih sering dipandang sebagai ilmu yang
kurang jelas sosoknya. Pemerintahan dalam bahasa Inggris disebut government yang berasal dari bahasa
latin gobernare, greek kybernan yang berarti mengemudikan, atau mengendalikan.
Meriam memandang tujuan pemerintah
meliputi external security, internal
order, justice, general welfare dan
fredom. Tidak berbeda jauh dengan S.E. Finer yang melihat pemerintah
mempunyai kegiatan terus-menerus (process), wilayah negara tempat kegiatan itu
berlangsung (state), pejabat yang memerintah (the duty), dan cara, metode serta
sistem (manner, method, and system) dari pemerintah terhadap masyarakatnya. Agak berbeda dengan R. Mac Iver,
memandang pemerintah dari sudut disiplin ilmu politik, “government is the organizationof men under authority… how men can be
governed”.
Maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai organisasi dari orang-orang yang
mempunyai kekuasaan… bagaimana manusia itu bisa diperintah (R. Mac Iver, The Web
of Government, The Mac Milan Compony Ltd New York, 1947 ). Jadi bagi Mac Iver,
ilmu pemerintahan adalah sebuah ilmu tentang bagaimana manusia-manusia dapat
diperintah (a science of haw men are
governed).
Guna memahami lebih konkritnya jati
diri pemerintahan dari peristiwa maupun aktivitas kegiatan pemerintahan dari
perspektif ilmu pemerintahan dengan analisa multidisiplin pendekatan historis,
ada lebih baik bila kita menyinggung sedikit peristiwa dan gejala-gejala
pemerintahan dari sudut pandang pengertian negara dari para ahli yang berbeda
latar belakang keilmuwan.
Sumantri (Inu, 2001: 97) memandang negara dari segi filsafat ilmu
sebagai suatu organisasi kekuasaan. Karena itu, dalam orgnisasi negara selalu
kita jumpai organ/alat perlengkapan yang mempunyai kemampuan untuk memaksa
kehendak pada siapa saja di dalam wilayah kekuasaaannya. Ahli hukum Hugo de
Groot memandang
negara merupakan suatu persekutuan sempurna dari orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum.
Sedangkan dari keilmuwan sosiologi, memandang negara adalah suatu masyarakat
yang monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (Max
Weber dalam Inu, 2001: 99).
Sedangkan Ndraha (2000: 7)
mendefenisikan ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana
pemerintah (unit kerja publik) bekerja memenuhi dan melindungi tuntutan
(harapan, kebutuhan) yang diperintah akan jasa publik dan layanan civil, dalam
hubungan pemerintahan.
C.
Metodologi Pendekatan: Pendekatan Historis
Dari beberapa teori diatas sebagai
acuan pendekatan historis yang akan dipakai guna mengkaji jati diri ilmu
pemerintahan secara filsafat dari segi gejala dan peristiwa pemerintahan, maka
ontologi (hakikat apa yang dikaji) dari ilmu pemerintahan secara obyek materi
adalah negara sedangkan obyek fomanya adalah hubungan pemerintah dengan publik
dalam kaitan kewenangan dan pelayanan. Secara epistemologi (bagaimana caranya
memperoleh yang dikaji (pengetahuan/ilmu) secara benar) berkaitan dengan
metodologi ilmu pemerintahan dan ciri khas ilmu pemerintahan. Sedangkan secara
aksiologi (mengapa dan untuk apa guna yang dikaji (pengetahuan/ilmu) bagi
kehidupan manusia.
Landasan metodologi penelitian
maupun metodologi ilmu atau kajian/pelajaran tentang metode yang digunakan dalam mencari,
mengembangkan, mempelajari dan memanfaatkan ilmu adalah filsafat ilmu.
Penelitian adalah suatu upaya yang bermaksud mencari jawaban yang benar
terhadap suatu realita yang dipikirkan (dipermasalahkan) dengan menggunakan
metode tertentu atau cara berpikir dan teknik tertentu menurut prosedur sistematis, bertujuan menemukan,
mengembangkan dan atau menerapkan pengetahuan, ilmu dan teknologi, yang berguna
baik sebagai aspek keilmuwan maupun aspek guna laksana (praktis). Oleh sebab
itu metodologi penelitian dapat diterjemahkan sebagai cara berpikir dan
melaksanakan hasil berpikir (teknik) untuk melakukan suatu penelitian secara
lebih baik dalam mencapai tujuannya (efektif).
Untuk memperjelas sasaran dalam
konsep ini, perlu juga kita perhatikan defenisi-defenisi ilmu dari beberapa
ahli, untuk memperjelas makna dan apa yang dapat dikatakan ilmu. Sondang
Siagian mendefenisikan ilmu sebagai suatu obyek ilmiah yang memiliki sekelompok
prinsip, dalil, rumus yang melalui percobaan yang sistematis dilakukan berulang kali telah
teruji kebenarannya, prinsip-prinsip, dalil-dalil dan rumus-rumus mana dapat
diajarkan dan dipelajari.
Secara umum, ilmu adalah akumulasi
pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode
tertentu, sedemikian rupa sehingga dapat merupakan gambaran, penjelasan dan
peramalan mengenai realita sampai pada teknik-teknik mengatasi
kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, baik yang bersifat spesifik, konkrit
dan locus, maupun yang bersifat general, abstrak dan universal (Rusidi, 2001:
10). Sehingga dapat disimpulkan, ilmu memiliki obyek materi (locus), dan obyek
forma (focus) dengan ciri-ciri : mempunyai obyek tertentu, bersifat empiris,
memiliki metode tertentu, sistematis, dapat ditransformasikan, bersifat
universal dan bebas nilai (Wasistiono, 2002: 1).
Merujuk pada defenisi ilmu,
metodologi suatu ilmu secara formal enbeded dan secara substantif ditunjukkan
oleh aksioma, anggapan dasar, pendekatan, model analisis dan konstruk
pengalaman dan konsep (Ndraha, 1997: 25 ). Secara abstrak metodologi ilmu
merupakan cara berpikir dan melaksanakan hasil berfikir (teknik) secara formal
enbeded dan secara substantif ditunjukkan oleh aksioma, anggapan dasar,
pendekatan, model analisis dan konstruk pengalaman serta konsep yang
terakumulasi dari pengetahuan yang tersusun sistematis dengan menggunakan
metode-metode tertentu, baik bersifat spesifik, konkrit dan locus, maupun
bersifat general, abstrak dan universal yang bertujuan mencari, mengembangkan,
mempelajari dan memanfaatkan ilmu.
Dengan meminjam alat metodologi
sebagai syarat keilmiahan dalam mengkaji dan mencari jati diri ilmu
pemerintahan, metodologi penelitian dan metodologi ilmu menjadi pendukung wajib
dalam menganalisis gejala dan peristiwa/kejadian berpemerintahan dengan
pendekatan historis serta sistimatika penulisan yang memperhatikan kaidah
ilmiah. Pendekatan historis merupakan pendekatan yang menganalisa
peristiwa/gejala/aktivitas kegiatan pemerintahan melalui alat analisis sejarah
perkembangan pemerintahan dan aturan/hukum yang menjadi dasar laksana dan hukum
aktivitas berpemerintahan yang sah.
D.
Teori dan Analisa
Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan (eksekutif), pengaturan
(legislatif), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan (baik pusat dengan
daerah maupun antara rakyat dengan pemerintahnya) dalam berbagai peristiwa dan
gejala pemerintahan secara baik dan benar, (Inu, 2001:47).
Dari defenisi dan teori-teori di
atas dapat disimpulkan, gejala -gejala, peristiwa dan kondisi suatu lembaga pemerintahan yang
menjadi ontologi ilmu pemerintahan, meliputi :
1.
Hubungan pemerintah
2. Yang diperintah
3. Tuntutan yang diperintah ( jasa
publik layanan civil )
4. Pemerintah
5. Kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah
6. Pemerintah yang dipandang mampu
memenuhi kewajiban dan tanggung jawab tersebut
7. Bagaimana membentuk pemerintah yang sedemikian itu
8. Bagaimana pemerintah menunaikan
kewajiban dan memenuhi tanggung jawabnya
9. Bagaimana supaya kinerja pemerintah
sesuai dengan tuntutan yang diperintah.
Wasistiono (2002: 5) melihat ilmu pemerintahan
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara rakyat dengan organisasi
tertinggi negara (pemerintah) dalam konteks kewenangan dan memberi pelayanan.
Meminjam pemikiran Ndraha, dengan melihat gejala-gejala sosial senantiasa
terdapat dalam sebuah masyarakat, jika seorang atau suatu kelompok kita jadikan
variabel X dan orang atau kelompok lain kita jadikan variabel Y. Jika X disebut
pemerintah (P) dan Y yang dipenrintah (YD), maka hubungan antara P dan YD telah
terjadi suatu kegiatan yang disebut pemerintahan atau peristiwa, gejala-gejala
pemerintahan. Pengkajian terhadap peristiwa atau gejala-gejala pemerintahan
yang terjadi baik sekali lalu maupun berulang telah menjadi sumber bahan
konstruksi ilmu pemerintahan.
Dilihat dari konsentrasi
administrasi publik atau administrasi pemerintahan yang meliputi kebijakan
publik pemerintahan, institusi/ kelembagaan/organisasi pemerintahan, birokrasi,
manajemen pemerintahan, personil dan keuangan (anggaran) pemerintahan,
lingkungan administrasi pemerintahan dan segala aktivitas pemerintahan
dilandasi oleh adanya bentuk legalitas dari pemerintahan yang berkuasa. Jika
perubahan mendasar terjadi pada konsentrasi tersebut yang memfokus pada
perubahan sitem, ditandai dengan terjadinya perubahan yang mendasar pada alat gerak
pemerintahan itu sendiri (konstitusi). Hal ini dapat dilihat dari sistem
berpemerintahan di Indonesia
mulai dari pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru dan pasca reformasi.
Sehingga Robertson menilai konstitusi adalah bentuk “power maps is a of rights, powers, and procedure regulatng the
structure with telationships among for the public authorities and between the
public authorities and the citizens”.
Secara konkrit aksiologi ilmu
pemerintahan dilihat pada peran pemerintahan melalui sudut pandang pendekatan
historis meliputi berbagai sejarah peristiwa/kejadian dimana pemerintah
menerapkan keadilan, menyelengarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintahan,
melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian, menjaga persatuan, memelihara
lingkungan, melindungi HAM, meningkatkan kemampuan masyarakat, meningkatkan
moral masyarakat yang dilandasi berbagai aturan yang mengikutinya baik tertulis
maupun tidak tertulis yang dibuat pemerintah (negara).
Lahir menjelang pecahnya PD II,
konsep Ilmu Pemerintahan terapan pertama kali dirintis oleh G.A. Van Poelje
dengan nama “Bestuurskunde”, Amerika menyebutnya Public
Administration, namun saat ini administrasi publik diartikan sebagai ilmu
administrasi publik. Keberhasilan Van Poelje membebaskan studi tentang susunan
dan berfungsinya pemerintah dari tradisi yuridis dengan menggunakan wawasan
ilmu penegetahuan sosial, kini terperangkap kembali dalam artian masih ada yang
menilai ilmu pemerintahan bagian dari ilmu sosial lainnya seperti ilmu politik,
ilmu hukum, ilmu ekonomi dan lainnya.
Secara ciri khas ilmu pemerintahan,
dapat ditarik epistimologi dalam gejala pemerintahan meliputi kekuasaan yang
sah (kewenangan), menampung, menyelesaikan kepentingan orang banyak/masyarakat
luas sekaligus dengan pembinaannya, pelayanan kepada masyarakat yang kesemuanya
itu dilandasi juga secara operasionalnya (praktek) oleh pendekatan historis.
Luasnya dimensi kajian ilmu
pemerintahan tidak terlepas dari ruang lingkup permasalahan dan gejala-gejala
berpemerintahan. Upaya-upaya pembuktian dan penggalian guna kemandirian ilmu
pemerintahan melalui pendekatan disiplin ilmu lainnya yang bersifat
multidisiplin maupun interdisiplin ilmu terus dilakukan. Salah satu pendekatan
yang dilakukan sesui dengan metode ilmu adalah pendekatan historis.
Diwadahi ilmu hukum dengan
perkembangn madzab hukum yang mendominasi suasana pemerintahan di Eropa Barat
selama dua abad, mengakibatkan sejarah studi gejala-gejala pemerintahan
dipandang sebagai bagian dari studi ilmu hukum. Permasalahan pemerintahan
dipandang dan akan dapat diatasi dengan penerapan paraturan-peraturan hukum
yang berkaitan dengan masalah tersebut dengan tepat dan benar. Sehingga timbul
peranggapan bahwa studi gejala pemerintahan merupakan bagian dari ilmu hukum.
A.Van Braam sendiri (Soewargono, 1995: 2) mengemukakan ilmu pemerintahan
sebagian besar masih mewqujudkan diri dalam bentuk himpunan studi gejala-gejala
pemerintahan yang dihasilkan studi dari ilmu hukum (dikategorikan sebagai
“juridische bestuurkunde”). Memang sejarah ilmu pemerintahan tidak dapat
dipisahkan dari peraturan/hukum yang menyertainya.
Semakin luas lingkup aktivitas
pemerintahan dan kompleksnya gejala-gejala pemerintahan, pakar ilmu
pemerintahan dapat merasakan berbagai jenis “ilmu pemerintahan” yang bersifat monodisiplinair,
misalnya studi ilmu hukum yang hanya mampu memberikan pandangan sepihak dalam
melihat gejala-gejala dan berfungsinya suatu pemerintah dan tidak mampu
menjelaskan secara integral.
H. J. Logemen (Saparin, 1986: 22)
memandang aktivitas pemerintahan dari sudut pandang hukum tata pemerintahan “merupakan
keseluruhan pranata hukum yang digunakan sebagai landasan untuk menjalankan
kegiatan pemerintahan dalam arti khusus ialah pemerintahan dalam negeri dan
juga dapat disebut sebagai “bestuursrecht” atau hukum tata negara dalam arti
sempit”. Sementara fungsi pemerintahan umum
(algemeen bestuur/ administrasi publik) disamping
memiliki kewenangan juga mengatur, melayani, memelihara, membina, melindungi
kepentingan umum dan warga masyarakatnya melalui pembuatan dan penegakan
aturan.
Hal ini terlihat jelas di dalam
setiap aktivitas pemerintahan yang selalu berhubungan dan didasari aturan
menuju lahirnya hukum atau konstitusi, atau dengan kata lain di dalam tubuh
ilmu pemerintahan menjelma pada aktivitas, gejala dan peristiwa pemerintahan
terkandung.
Jadi dari analisis di atas terlihat
jelas jika anggapan awal selama ini bahwa ilmu pemerintahan bagian dari studi
ilmu lainnya khususnya ilmu hukum tidaklah benar, hal ini seperti diungkapkan Surianingrat “disiplin
ilmu yang tertua adalah ilmu pemerintahan” dikarenakan keterlambatannya dalam
menemukan, membuktikan, menerapkan, mengembangkan, dan memanfaatkan untuk
menciptakan jati diri ilmu yang mandiri, dan sekarang ini ilmu pemerintahan
telah menemukan jati dirinya.
E.
Penutup
Melalui analisa di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa ilmu pemerintahan bukanlah bagian dari suatu disiplin
ilmu hukum, politik, administrasi publik maupun ilmu ekonomi. Hal ini dapat
dilihat dari telaahan di atas terhadap gejala-gejala dan peristiwa pemerintahan
melalui pendekatan histori. Sehingga dapat diketahui baik secara
teoritis/defenisi ilmu pemerintahan melalui aspek guna laksana (praktis) dari
masalah-masalah kehidupan publik (masyarakat, organisasi non pemerintah,
wiraswasta dan umum) dengan pemerintah maupun pemerintah dengan pemerintah
mengandung peristiwa pemerintahan dan ilmu pemrintahan dari sudut kajian ilmu/studi
lainnya.
Dalam menelaah ilmu pemerintahan
dilihat dari pendekatan historis tidak dapat dipisahkan dari aspek peraturan/hukum
yang mengatur tata laksana pemerintahan. Dimana sejarah pemerintahan dijalankan
sesuai dengan peraturan/hukum yang telah ditetapkan baik tertulis maupun tidak
tertulis.
Daftar Pustaka:
Inu,
Kencana Syafiie, 2001, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Refika Aditama, Bandung
Inu,
Kencana Syafiie, 2001, Filsafat Pemerintahan, Perca, Jakarta
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta,Jakarta
Suriasumantri, Jujun. S, 1996, Filsafat Ilmu (sebuah pengantar populer), Pustaka Sinar Harapan,Jakarta
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta,
Suriasumantri, Jujun. S, 1996, Filsafat Ilmu (sebuah pengantar populer), Pustaka Sinar Harapan,
0 komentar:
Posting Komentar