Rabu, 04 Juli 2012

PEMBANGUNAN POLITIK



BEBERAPA KONSEP DAN PENGERTIAN PEMBANGUNAN


A.       Perkembangan Ilmu Politik
§    Periode Awal :
Plato – Aristotle – yang mengemukakan gagasan besar mengenai upaya mencapai kebaikan bersama.

§    Awal abad pertengahan:
Augustinus (354—430) – dengan doktrin dua bilah pedang (civitate dei dan civitate terrena)

§    Tengah abad pertengahan
Thomas Aquinas (1225-1274) – yang memberikan gambaran pentingnya hukum sebagai roda penggerak kehidupan kemasyarakatan.

§    Pemikir pada Abad pencerahan :
Niccolo Machiavelli (1469-1572)
Thomas Hobbes (1588-1679)
John Locke (1632-1704)
Montesquieu (1689-1755)
Jean Jaques Rousseau (1712-1778)

§    Pemikir pada Abad Modern :
Karl Marx, Gabriel Almond, Robert Dahl, Samuel P. Huntington.

Yang tak dapat disangkal lagi bahwa menurut mereka semua bahwa tujuan dari politik adalah melembagakan kebaikan bersama, melalui organisasi yang kemudian kita kenal dengan pemerintah.

Secara sederhana semua ilmu sosial (termasuk ilmu politik) berupaya untuk memahami dan meramalkan masa depan sebagai akibat dari perubahan sosial-politik, baik yang direncanakan ataupun tidak.
Sebagai sebuah disiplin, ilmu politik menghadapi berbagai persoalan seperti perubahan sosial-politik tersebut. Karena itu untuk menjawabnya tidak hanya butuh satu-atau-dua metode jawaban atau konsep serta teori, tetapi lebih luas dari itu. Karenanya tidak mungkin membahas politik hanya dalam konteks dirinya sendiri. Ia akan bersinggungan dengan ilmu-ilmu yang lainnya.


B.       Perkembangan Teori
Pada mulanya para ahli beranggapan bahwa bentuk pemerintahan yang baik adalah tipe demokratis barat. Namun kenyataan yang terjadi menyimpang jauh dari anggapan tersebut, terbukti bahwa model barat ini tidak selalu dapat diterapkan pada kondisi yang ada pada negara-negara yang sedang berkembang, dan memang negara-negara ini harus mengembangkan sendiri tipe pemerintahan yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaannya, dan juga tahapan-tahapan pembangunannya. Sehingga para ahli teori pembangunan beralih dari pembentukan teori pembangunan politik yang tunggal menjadi ciri-ciri dan tahap-tahap pembangunan politik, dari proses pengembangan pendekatan teoritis terhadap pembangunan politik menjadi pembahasan mengenai masalah modernisasi.
Lucian W. Pye
Apabila tidak ditemukan defnisi pembangunan secara tunggal maka kita dapat mengumpulkan ciri-ciri utama dari apa yang disebutnya “gejala pembangunan” (“development syndrom”), yaitu persamaan, kapasitas dan diferensiasi.
Persamaan melibatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik.
Kapasitas adalah kemampuan dari suatu sistem politik untuk menangani semakin meningkatnya kompleksitas masalah-masalah dalam masyarakat modern, baik politik, ekonomi, maupun sosial.
Diferensiasi dan spesialisasi sebagai prasyarat utama bagi masyarakat yang harus menangani masalah pembangunan yang cepat, karena masyarakat seperti ini harus memiliki badan-badan dan struktur-struktur pemerintahan yang lebih spesialistis.

Myron Weiner
Weiner membagi pembahasannya tentang ciri-ciri modernisasi ke dalam tiga bagian:
1.       Mengulas masalah definisi modernisasi dengan menyimpulkan bahwa tiap-tiap cabang ilmu politik/pemerintahan dan ilmu-ilmu lainnya memiliki sudut pandang tersendiri mengenai proses demokrasi.
2.       Membahas terjadinya modernisasi. Disini Weiner menitikberatkan pada proses penting yang merangsang modernisasi, meliputi pendidikan, komunikasi, ideologi nasional dan partisipasi.
3.       Menelaah bagaimana pandangan-pandangan yang berbeda tentang proses modernisasi, kemudian menekankan akan perlunya tiap-tiap negara membuat skala prioritas berdasarkan kondisi masing-masing.

Selanjutnya Weiner menelaah masalah integrasi politik dan pembangunan politik, dan memerlihatkan pentingnya integrasi bagi keberhasilan pembangunan politik maupun modernisasi.

C.       Konsep Pembangunan
Dalam studi pembangunan politik ada beberapa konsep yang perlu dipahami yaitu: perubahan, pembangunan dan modernisasi politik. Pembangunan dan modernisasi politik merupakan perubahan politik, bukan sebaliknya. (Ramlan Surbakti, 1992) è Perubahan progresif atau regresif.
Konsep pembangunan mengandung usaha berencana, mempunyai sasaran yang jelas, prosesnya bertahap, dan tanpa kekerasan. Pembangunan politik dapat dilihat sebagai implikasi politik dari pembangunan yang sasarannya antara lain mengembangkan kapasitas-kapasitas sistem politik sehingga mampu memelihara dirinya.
Modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan masyarakat dapat hidup sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Karena itu modernisasi mengandung kondisi berupa :
§    sistem sosial yang bisa secara terus menerus berinovasi tanpa mengalami disintegrasi,
§    struktur sosial yang terdiferensiasi dan luwes, serta
§    kerangka sosial yang menyediakan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan bagi kehidupan dalam dunia yang secara teknologi telah maju.
(After, dalam Ramelan Surbakti, 1992).

Dengan demikian perubahan politik meliputi semua ciri pembangunan dan modernisasi politik yang objeknya antara lain mencakup perubahan sistem nilai politik, struktur kekuasaan, dan strategi kebijakan umum.
Konsep pembangunan politik memilik konotasi secara geografis, derivatif, teleologis dan fungsional. (Samuel Hantington)
Pembangunan Politik dalam konotasi GEOGRAFIS, berarti terjadi proses perubahan politik pada negara-negara berkembang dengan menggunakan konsep-konsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju. Fenomena ini mengakibatkan timbulnya instabilisasi politik yang memengaruhi kapasitas sistem politik. Karena itu dilaksanakan pembangunan politik untuk mengatasi permasalahannya.
Pembangunan Politik dalam arti DERIVATIF, dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya.
Pembangunan Politik dalam arti TELEOLOGIS, dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, stabilitas nasional.
Huntington mengemukakan juga tujuan pembangunan suatu bangsa, yaitu :
1.       pertumbuhan ekonomi yang tinggi;
2.       pemerataan;
3.       demokrasi;
4.       stabilitas nasional; dan
5.       otonomi.
Dari lima tujuan pembangunan di atas, tiga diantaranya menjadi prinsip pembangunan di Indonesia yang disebut sebagai trilogi pembangunan yang terdiri dari :
1.       pertumbuhan ekonomi
2.       pemerataan pembangunan
3.       stabilitas nasional

Pembangunan politik dalam makna FUNGSIONAL diartikan sebagai suatu gerakan perubahan menuju kepada suatu sistem politik ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu negara.


D.       Definisi-definisi Pembangunan Politik  (Lucian W. Pye)
1.       Pembangunan Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan Ekonomi
Pembangunan politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi.

2.       Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri
Menurut pandangan ini, masyarakat industri, baik yang demokratis maupun bukan, menciptakan standard-standard (ukuran) tertentu mengenai tingkah laku dan prestasi politik yang dapat menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang merupakan contoh dari tujuan-tujuan pembangunan bagi setiap sistem politik lainnya.
3.       Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik
Pandangan bahwa pembangunan politik merupakan kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat industri berhubungan erat dengan pandangan politik identik dengan modernisasi politik.

4.       Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa
Sudut pandang ini nasionalisme. Dan ini merupakan prasyarat penting, tetapi masih kurang memadai untuk dapat menjamin pelaksanaan pembangunan politik.
Pembangunan politik meliputi serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan nasionalisme menjadi semangat kewarganegaraan, dan usaha pembentukan lembaga-lembaga negara yang dapat menampung aspirasi-aspirasi (nasionalisme) masyarakat ke dalam kebijakan dan program.

5.       Pembangunan Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum
Dalam membina masyarakat politik yang harus didahulukan adalah tatanan hukum dan tatanan adminstrasi.

6.       Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan politik meliputi perluasan partisipasi masyarakat. Proses partsipasi ini berarti penyebarluasan proses pembuatan kebijakan.

7.       Partisipasi Politik sebagai Pembinaan Demokrasi
Pandangan ini menyatakan bahwa pembangunan politik seharusnya sama dengan pembentukan lembaga-lembaga dan praktik-praktik demokrasi.

8.       Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur
Stabilitas dapat dihubungkan dengan konsep pembangunan politik dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan ekonomi dan sosial umumnya tergantung pada lingkungan yang lebih banyak memiliki kepastian yang memungkinkan adanya perencanaan berdasar pada prediksi yang cukup aman.

9.       Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan
Pandangan ini membawa kita pada konsep bahwa sistem-sistem politik dapat dinilai dari sudut tingkat atau kadar kekuasaan yang dapat dimobilisasi oleh sistem itu.
Bila pembangunan politik diartikan sebagai mobilisasi dan peningkatan kekuasaan dalam masyarakat, dapatlah kita membedakan antara tujuan pembangunan dengan cir-ciri yang biasanya dilekatkan pada pembangunan.

10.   Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan Sosial yang Multidimensi
Menurut pandangan ini, semua bentuk pembangunan saling berkaitan. Pembangunan banyak persamaannya dengan modernisasi, dan terjadi dalam konteks sejarah dimana pengaruh dari luar masyarakat memengaruhi proses-proses perubahan sosial, persis sebagaimana perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi, sistem politik dan tertib sosial saling memengaruhi satu sama lain.


E.        Gejala/Ciri-ciri Pembangunan Politik (Lucian W Pye)
1.        Equality (Persamaan)
Pandangan tentang hal ini menunjukkan bahwa pembangunan politik menyangkut partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik.
Dalam kaitannya dengan partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik, Samuel P Huntington dan Joan Nelson (1977) memandang bahwa partisipasi politik merupakan ciri utama dari modernisasi politik.
Partisipasi politik merupakan kegiatan warganegara untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan-kegiatan itu bisa dilakukan warganegara secara pribadi atau kolektif, terorganisasi atau spontan, terus menerus atau sporadis, damai atau kekerasan, legal atau tidak legal, efektif atau tidak efektif.
Kemudian Huntington dan Nelson mengemukakan bahwa partisipasi politik dalam berbagai bentuk :
a.       Electoral Activity
Yaitu kegiatan pemilihan umum guna menentukan kepemimpinan nasional, termasuk dalam kegiatan ini antara laian : pemberian suara, pemberian sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam pemilihan, mencari dukungan atau setiap kegiatan yang bertujuan memengaruhi hasil pemilu.

b.       Lobbying
Yakni meliputi usaha-usaha perseorangan atau kelompok untuk mengadakan hubungan dengan pejabat-pejabat pemerintahan dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud memengaruhi keputusan-keputusan mereka dalam bidang tertentu.

c.        Organizational Activity
Kegiatan ini menyangkut keikutsertaan anggota atau pimpinan dalam suatu organisasi yang tujuan utamanya untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

d.       Contacting
Mencari koneksi, merupakan kegiatan perorangan yang ditujuan kepada pimpinan-pimpinan pemerintahan yang dimaksudkan untuk memberikan keuntungan pada seseorang atau sekelompok kecil anggota masyarakat.

e.        Violence
Yaitu suatu kegiatan dengan menggunakan cara kekerasan agar pemerintah terpengaruh. Pengaruh tersebut diharapkan akan menyebabkan pemerintah meninjau kembali atau mengubah keputusan-keputusan tertentu.

2.        Capacity (Kapasitas)
Yang dimaksudkan kapasitas disini adalah kemampuan sistem politik, yaitu mengenai output (hasil) sistem politik yang mampu memengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Juga berkaitan dengan kondisi dan prestasi pemerintah yang menyebabkan proses pelaksanaan kebijakan umum menjadi efektif dan efsien.
Mengenai kemampuan-kemampuan yang dimiliki sistem politik, menurut Almond dan Powel (1966) terdapat enam jenis, yaitu :
a.       The Extractive Capability
Kemampuan ekstraktif adalah kemampuan sistem politik mengelola sumber-sumber kekayaan alam dan potensi-potensi manusia (material and human resources). Kehidupan sistem politik sangat tergantung pada biaya yang dikumpulkan dari kemampuan ekstraktif ini.
Pengelolaan kekayaan alam hendaknya berdasarkan azas-azas berikut: (a) azas maksimal, (b) azas lestari, dan (c) azas daya saing.

b.       The Distributive Capability
Kemampuan distributif ini sangat berkaitan dengan kemampuan ekstraktif, karena sesudah sistem politik mengelola sumber-sumber kekayaan alam dan potensi manusia, maka sistem politik harus pula menunjukkan kemampuannya mendistribusikan kembali kepada masyarakat. Distribusi barang-barang, jasa, kesempatan, status dan bahkan juga kehormatan dipandang sebagai prestasi nyata sistem politik.

c.        The Regulative Capability
Kemampuan regulatif dimaksudkan bagaimana sistem politik menyelenggarakan pengawasan terhadap tingkah laku ndividu dan kelompok yang ada di dalamnya. Termasuk penempatan kekuatan-kekuatan yang absah untuk melakukan pengawasan terhadap tingkah laku manusia dan badan lain yang berada dalam sistem.
Bagaimana cara sistem politik membawa kelompok-kelompok atau masyarakat kepada aturan-aturan yang berlaku. Sejauhmana kekuatan aturan-aturan tersebut menjangkau dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat serta bagaimana intensitas campur tangan sistem politik terhadapnya, semuanya merupakan ukuran dari kemampuan regulatif ini.

d.       The Responsive Capability
Kemampuan responsif adalah kemampuan daya tanggap sistem politik yang ditentukan oleh hubungan antara input (asprasi masyarakat) dengan output (kebijakan pemerintah).
Dalam perkembangannya, suatu sistem politik sering menghadapi tuntutan-tuntutan atau tekanan-tekanan yang datang dari lingkungan dalam maupun lingkungan luar. Pertanyaan yang timbul adalah kepada siapa sistem politik bersikap tanggap? Bagaimana cara melaksanakan pola tingkah laku yang tanggap itu?

e.        The Symbolic Capability
Kemampuan simbolik adalah mengalirnya secara efektif simbol-simbol nasional dari sistem politik ke dalam lingkungan dalam maupun lingkungan luar sistem. Misalnya simbol-simbol persatuan nasional antara lain seperti bendera nasional, lambang negara, bahasa nasional,lagu kebangsaan, pancasila dan sebagainya yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.


f.         Domestic and International Capability
Kemampuan domestik dan internasional menunjukkan keberadaan sistem politik dalam lingkungan domestik (dalam negeri) maupun lngkungan internasional (luar negeri).
Sistem politik dalam bekerja, mengadakan hubungan atau interaksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan internasonal. Karena itu tingkah laku internasional suatu sistem politik bisa dilihat dari segi kemampuan ekstraktif, distributif, regulatif, simbolik dan responsif internasional sistem politik bersangkutan.

3.        Diferensiasi dan Spesialisasi
Ciri pembangunan politik ini berkaitan dengan analisis tentang struktur dan fungsi. Dengan demikian pembangunan politik pertama-tama mengenai diferensiasi dan spesialisasi struktur.
Struktur politik terdiri dari lembaga-lembaga politik baik yang ada dalam masyarakat yang disebut sebagai infra struktur politik maupun yang ada dalam pemerintahan disebut supra struktur politik. Infra struktur politik antara lain berfungsi merumuskan segala kepentingan masyarakat dan kemudian menyalurkannya kepada lembaga-lembaga supra struktur politik. Selanjutnya lembaga supra struktur politik memproses segala kepentingan itu untuk menetapkan satu keputusan bersama. Tetapi proses kegiatan yang dilaksanakan oleh supra struktur politik pada hakikatnya berdasarkan aspirasi, dukungan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Lebih lanjut lembaga supra struktur politik berfungsi mengalokasikan kembali nilai-nilai keputusan bersama itu kepada masyarakat.



F.    (Mazhab-Mazhab) Pendekatan Pembangunan Politik
1.    Pendekatan Sistem dan Fungsi
Pendekatan ini berkisar pada konsep struktur dan fungsi.
Tiga pertanyaan yang timbul :
1)    Fungsi dasar apa yang harus dipenuhi dalam sebuah sistem?
2)    Struktur yang bagaimana?
3)    di bawah keadaan yang bagaimana suatu sistem dapat memelihara kelangsungan hidupnya?

Secara umum fungsi dapat dirumuskan sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan bagi kepentingan sistem, baik sistem sosial maupun sistem politik.
Fungsi dapat dibedakan atas fungsi nyata (manifes) dan fungsi tidak nyata (laten). Fungsi nyata berkaitan dengan pola-pola tindakan yang konsekuensinya benar-benar diharapkan dan dikenal oleh para pesertanya. Sedangkan fungsi laten berhubungan dengan pola-pola tindakan yang konsekuensinya tidak diharapkan dan tidak dikenal oleh para pesertanya.

Konsep lain yang penting adalah mengenai struktur. Jika fungsi berurusan dengan akibat atau konsekuensi yang melibatkan tujuan serta proses dari suatu pola tindakan, maka struktur menunjuk kepada susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi itu.

Selanjutnya untuk memelihara kelangsungan hidup suatu sistem politik, maka perlu pembangunan politik. Dengan demikian pembangunan politik dapat pula dipahami sebagai pembangunan struktur dan fungsi-fungsi sistem politik.


Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa suatu sistem politik memiliki enam struktur atau lembaga politik yaitu kelompok kepentingan, partai politik, badan legislatif, eksekutif, birokrasi dan badan peradilan.

Agar dapat memelihara kelangsungan hidup sistem politik, maka ada tiga fungsi politik yang memengaruhi cara kerja sistem politik. Ketiga sistem itu adalah sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan komunikasi politik yang berpengaruh pada seluruh struktur atau lembaga-lembaga politik yang ada dalam sistem politik.
Sosialisasi politik merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat kesetiaan dan sikap-sikap politik di kalangan masyarakat, atau melatih masyarakat untuk menjalankan peranan-peranan politik.
Rekrutmen politik merupakan penyeleksian rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pemerintahan.
Komunikasi politik merupakan saluran mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur atau lembaga-lembaga politik yang ada dalam sistem politik.
Afan Gaffar (1989) mengemukakan ada lima faktor yang penting diperhatikan dalam analisis pembangunan politik, yaitu :
1)    Stabilitas politik. Hal ini sangat tergantung pada intensitas tuntutan yang dihadapi;
2)    Partisipasi; dalam arti adanya dukungan masyarakat terhadap sistem politik;
3)    Pembangunan dalam sistem sosial dapat memengaruhi pembangunan sistem politik. Hal-hal yang mendorong sistem politik agar memberikan perhatian pada salah satu segi kehidupan politik adalah ditentukan oleh sejauhmana sistem sosial mampu berperan sesuai tanggung jawabnya.
4)    Pola fungsi dari sistem. Bila suatu birokrasi dan diferensiasinya telah cukup mapan, akan dapat mengakomodasi tuntutan akan pelayanan yang lebih baik dibanding dengan sistem yang diferensiasinya belum berkembang.
5)    Reaksi dari tokoh-tokoh politik terhadap perubahan sistem politik. Reaksi itu tidak dapat diramalkan dengan tepat hanya dengan melakukan pengkajian atas pola-pola budaya sistem politik.

Mengenai kebudayaan politk, Almond dan Verba (1984) mengemukakan adanya budaya politik parokhial, di mana masyarakat masih kurang melakukan kegiatan politik bahkan belum memiliki kesadaran terhadap sistem politik nasional. Lain halnya budaya politik partisipan, di sini masyarakat telah berorientasi pada pembentukan struktur dan proses pembentukan input sistem politik. Masyarakat ikut serta dalam artikulasi dan agregasi tuntutan (input) dan perumusan kebijakan (out put) sistem politik.

Bila kita memandang tipe-tipe budaya politik itu sebagai proses perkembangan kesadaran politik masyarakat, amak di sinilah pentingnya pembangunan politik dilancarkan dalam arti sebagai usaha mengubah budaya politik parokhial menjadi budaya politik partisipan.

2.    Pendekatan Proses Sosial
Pendekatan proses sosial dalam pembangunan politik bukan dimulai dari konsep-konsep sistem sosial dan sistem politik, melainkan dengan fokus pada proses-proses sosial seperti industrialisasi, urbanisasi, komersialisasi, perluasan pendidikan, mobilitas kerja, yang dianggap sebagai bagian dari modernisasi dan berpengaruh kuat pada perubahan politik. Fokus perhatiannya adalah pada proses, bukan pada sistem (Juwono Sudarsono, 1985).

Perubahan sosial dan pembangunan politik
Perubahan sosial secara umum dapat dirumuskan sebagai proses pembentukan pola tingkah laku anggota masyarakat dengan tidak mengulangi tindakan mereka terdahulu. Perubahan tersebut membawa perubahan kepada peranan anggota masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya berpengaruh pula pada status anggota masyarakat yang melakukan perubahan tingkah laku itu. Di mana status merupakan basis bagi pembentuka stratifikasi masyarakat, sehingga perubahan status tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur masyarakat. (Arbi Sanit, 1985).
Secara linear perubahan masyarakat bertahap dengan memunculkan bentuk-bentuk masyarakat berdasarkan perkembangannya. Bentuk awal dari kehidupan bersama ialah masyarakat primitif, berikutnya muncul masyarakat feodal yang menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian, kemudian pengalihan modal dari sektor pertanian ke sektor perkantoran mendorong perkembangan masyarakat industri.

Pembangunan ekonomi dan pembangunan politik
Sejak munculnya pemikiran ekonomi yang multi disipliner, ekonomi tidak lagi dipandang berdiri sendiri seperti masa sebelumnya. Pembangunan ekonomi memerlukan prasyarat seperti stabilitas sosial dan politik. Bahkan ada pandangan bahwa pembangunan politik merupakan prasyarat pembangunan ekonomi. Ini berarti kondisi sosial dan politik dapat  mendorong atau menghambat proses pembangunan ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga perlu dibarengi pemerataan atau keadilan. Hal ini dikenal sebagai konsep pembangunan pertumbuhan dan pemerataan.

3.    Pendekatan Perbandingan Sejarah
Pendekatan ini tidak dimulai dengan suatu model teoritis atau dengan satu fokus, melainkan mengarahkan perhatian utamanya pada evolusi dua masyarakat atau lebih.

Juwono Sudarsono (1985) mengemukakan pendapatnya bahwa ada empat tahap modernisasi yang harus dilalui suatu masyarakat, yaitu :
1)       Tantangan akan modernitas,
2)       Konsolidasi kepemimpinan modernisasi,
3)       Transformasi ekonomi dan sosial dari masyarakat pedesaan dan pertanian ke masyarakat perkotaan dan industri, dan
4)       Integrasi seluruh masyarakat yang meliputi penataan kembali seluruh struktur sosial.
Berikutnya Rostow mengemukakan pendapat bahwa ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi menuju modernitas politik, yaitu; identitas bagi suatu bangsa, kewenangan bagi negara, dan persamaan bagi setiap warganegara.


G.   Pentahapan Pembangunan Politik
Tahap-tahap pembangunan politik menurut Organski (1985)
1.       Politik Unifikasi Primitif
Politik unufikasi primitif adalah politik mengenai kelahiran dan masa kanak-kanak bangsa. Pada tahap ini, (juga tahap-tahap lainnya), tujuan dan kepentingan penguasa yang memerintah begitu banyak, yaitu ingin meningkatkan harga diri, kekuasaan nasional dan juga berbicara mengenai perkembangan ekonomi. Tetapi fungsi utama pemerintah yakni menciptakan persatuan nasional.
Tahap unifikasi primitif mencakup banyak landasan dan aneka ragam pengalaman yang sangat luas. Beberapa generalisasi dapat ditarik dari pengalaman-pengalaman itu yakni :
a.       Politik kolonial, di sini unifikasi primitif terjadi meskipun belum lengkap, di mana negara berada di bawah dominasi kolonial suatu kekuasaan asing.
b.      Politik negara-negara yang sedang berkembang yang biasanya bekas jajahan yang baru saja merdeka melanjutkan unifikasi primitif mereka di bawah pemerintahannya sendiri.
c.       Politik negara-negara yang telah lama berdiri tetapi perekonomiannya tetap belum berkembang dan masih belum bersatu penuh.
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dalam tahap pertama pembangunan politik (politik unifikasi primitif) adalah mempersatukan rakyat yang belum terikat kuat. Berbagai kasus yang diamati Organski menunjukkan bahwa di negara-negara dinasti, di negara jajahan, di kalangan bangsa belum berkembang, seluruhnya merupakan suatu periode ”nation building”.

2.       Politik Industrialisasi
Dengan datangnya industrialisasi maka bentuk dan tugas bangsa berubah. Di sini terjadi masa transisi di mana suatu kelas baru mengambil kekuasaan, membangun ekonomi baru dan rakyat akhirnya menjadi suatu bangsa.
Dalam sejarah bangsa-bangsa sedang berkembang, mereka telah dituntun melalui masa transisi yang sulit oleh 3 (tiga) tipe pemerintahan yang berbeda yaitu : Borjuis (demokrasi barat), Stalinis (pemerintahan komunis) dan fasis.
Fungsi utama pemerintahan dalam tahap kedua pembangunan politik ini adalah mengizinkan dan membantu modernisasi ekonomi. Ketiga tipe pemerintahan tersebut telah melakukan fungsi ini;
Pertama, ketiga tipe pemerintahan tersebut memungkinkan suatu peralihan kekuasaan politik dari tangan elite tradisional ke manajer industri yang ingin memodernisasikan ekonomi.
Kedua, ketiga bentuk pemerintahan tersebut mengizinkan dan membantu akumulasi modal, yang mutlak diperlukan bagi perkembangan industri.
Ketiga, semua tipe pemerintahan tersebut telah mendorong terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi).

3.       Politik Kesejahteraan Nasional
Politik kesejahteraan bangsa (nasional) merupakan politik bangsa-bangsa industri sepenuhnya, telah tumbuh usaha-usaha timbal balik antara rakyat dengan pemerintah, tetapi dalam tahap ini kerjasama itu semakin sempurna bentuk dan wujudnya. Kekuasaan negara tergantung kepada kemampuan rakyat biasa untuk bekerja dan berjuang, dan rakyat bersama-sama dengan penguasa-penguasa industri tergantung pula kepada pemerintah nasional untuk melindungi mereka terhadap kerugian akibat depresi dan dari kehancuran perang.
Fungsi pokok pemerintah berbeda dengan fungsi periode sebelumnya. Dalam tahap kedua merupakan tugas pemerintah untuk melindungi modal yang berasal dari rakyat dan tuntutan-tuntutan mereka untuk memperoleh taraf kehidupan yang lebih tinggi. Sedangkan dalam tahap ketiga ini merupakan tugas pemerintah untuk melindungi rakyat dari kesulitan-kesulitan dalam kehidupan industri. Juga menjaga supaya ekonomi berjalan lancar, memberikan tingkat hidup yang layak dan membantu mereka yang tidak mampu.

4.       Politik Berkelimpahan
Tahap keempat dari pembangunan politik, Organski menyebutnya “politics of abundance” diterjemahkan sebagai politik berkelimpahan.
Pada tahap ini dimulai suatu revolusi industri yang baru, yaitu revolusi otomatisasi. Konsekuensi yang akan terjadi ialah hancurnya revolusi industri yang pertama, dan diperlukan suatu bentuk dan fungsi politik baru guna memperlancar semua hasil yang akan timbul.
Masa transisi yang dihadapi akan sangat sulit. Sebab, begitu otomatisasi berkembang dan menghasilkan dislokasi sosial, maka kepentingan yang berpengaruh akan memblokir atau setidaknya mengawasi meluasnya otomatisasi. Tetapi bila orang mampu melihat ke depan dan membayangkan suatu masyarakat yang akan mengalami otomatisasi penuh, maka kemungkinannya luas dan probabilitasnya tinggi sehingga masyarakat dalam politik berkelimpahan memiliki ciri-ciri yaitu :
a.       Adanya pemusatan ekonomi, disini penggunaan mesin yang supercanggih dan bermanfaat dalam merencanakan produksi guna menjaga efisiensi kerja yang akan menguntungkan pertumbuhan monopoli raksasa.
b.      Adanya pemusatan kekuasaan politik, dengan terjadinya pemusatan ekonomi secara besar-besaran hampir dapat dipastikan akan menjurus ke arah pengaturan secara ketat oleh pemerintah dalam kehidupan ekonomi.
Selanjutnya dikemukakan bahwa pada abad ini fungsi utama pemerintah adalah memberikan dasar pada pengaturan dan pengorganisasian kembali struktur sosial yang baru, dalam rangka menciptakan kemungkinan damainya masyarakat dalam tahap otomatisasi, serta menciptakan kemungkinan dilahirkannya suatu masyarakat yang adil dan makmur secara politis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.
Analisis terhadap politik tahap keempat ini didasarkan pada empat asumsi tentang ekonomi, sebagai berikut :
a.       Akan adanya produktivitas yang sangat meningkat dalam ekonomi pada masa damai.
b.      Akan adanya peningkatan efisiensi dalam perlengkapan perang.
c.       Akan ada kelimpahan ekonomi.
d.      Akan terdapat angkatan kerja yang lebih sedikit.


H.   Objek Dan Tipologi Pembangunan Politik
1.       Objek Pembangunan Politik
Dikemukakan bahwa teori-teori baru mengenai perubahan politik dapat dapat dibedakan dari pendekatan-pendekatan berdasarkan beberapa ciri yaitu :
1)    Kerangka-kerangka teoritisnya dapat digunakan untuk mempelajarai perubahan politik yang terjadi pada setiap tahap pembangunan
2)    Kerangka-kerangka tersebut tidak berkaitan dengan proses modernisasi, atau setidak-tidaknya hanya secara tidak langsung berkaitan dengan proses itu
3)    Variabel dan hubungan yang menjadi pusat teori itu sebagian besar bersifat politik
4)    Kerangka-kerangka itu cukup fleksibel untuk dapat menampung sumber-sumber maupun pola-pola perubahan politik baik pada lingkungan dalam negeri maupun lingkungan luar negeri suatu sistem polik
5)    Umumnya teori-teori itu lebih kompleks dari teori-teori modernisasi politik dan pembangunan politik, semuanya mencakup lebih banyak variabel dan menelaah secara lebih luas hubungan-hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Setiap sistem mempunyai strategi sendiri dalam menangani proses kebijakan. Proses kebijakan berkisar pada interaksi yang dinamis antara struktur kekuasaan, sistem nilai politik, lingkungan masyarakat dan fisik.
Berdasarkan sistem nilai politik tertentu, Dalam kerangka struktur kekuasaan tertentu, Dan konteks lingkungan masyarakat tertentu, Para perumus kebijakan harus memilih berbagai alternatif untuk menangani masalah-masalah pokok kebijakn, yaitu :
1)    Untuk mencapai tujuan kebijakan, interaksi macam apakah yang terjadi antara kehendak subjektif pemimpin politik dengan kondisi objektif?
2)    Dalam upaya mencapai tujuan kebijakan umum, struktur politik apakah yang melaksanakan kekuasaan secara lebih dominan, infrastruktur secara spontan ataukah suprastruktur:
3)    Dalam proses kebijakan seberapa sering dan mendalam konflik yang terjadi antara sistem nilai politik dengan struktur kekuasaan?
4)    Ketika merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum para penyusun kebijakan harus memilih prioritas yang diberikan terhadap perubahan dan kesinambungan baik dalam sistem nilai politik dan dalam struktur kekuasaan maupun dalam lingkungan masyarakat dan fisik.

Ketiga objek (sistem nilai politik, struktur kekuasaan, dan strategi penanganan kebijakan umum) mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan fisik.

2.       Tipologi Pembangunan Politik
Menurut Ramlan Surbakti (1992), pembangunan politik dibedakan atas :
§    Perubahan sistem
Yaitu perubahan pada elemen-elemen sistem secara sekaligus, perubahan ini bersifat radikal karena tidak saja struktur dan strategi kebijakan yang berubah, tetapi juga sistem politik yang justru mempengaruhi objek-objek lainnya.

§    Perubahan dalam sistem (proses politik)
Yaitu perubahan dalam proses politik yang menyebabkan terjadinya sejumlah modifikasi pada seluruh elemen-elemen system politik. ini berarti sistem nilai, struktur kekuasaan, strategi menangani permasalahan kebijakan pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti walaupun pemimpin pemerintahan dan isi kebijakan umum mengalami perubahan.

§    Perubahan karena dampak berbagai kebijakan
Berkaitan dengan dampak berbagai kebijakan terhadap lingkungan sosial dan alam, apakah kebijakan-kebijakan pemerintah itu mampu mengangkat kondisi dan kualitas hidup anggota masyarakat.

  

I.      Ukuran-Ukuran Pembangunan Politik
Menurut Alfian (1985) ada beberapa ukuran yang bisa dipakai, yaitu :
1.       Tingkat atau kualitas ketenteraman, kemanan dan kedamaian (security) yang dirasakan oleh warga negara dalam pergaulan hidup politik mereka sehari-hari.
2.       Tingkat atau kualitas keteraturan hubungan sosial-ekonomi antar warga negara, sampai dimana mereka merasa hak-haknya dilindungi dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya diatur dengan baik dan adil.
3.       Sampai sejauhmana warga negara merasa diikut-sertakan, merasa diajak partisipasi (bersuara) di dalam pemerintahan.
4.       Sampai di mana suatu sistem politik mampu menaikkan atau menurunkan tingkat kemakmuran masyarakat.

Di samping keempat ukuran tersebut di atas, masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat dipakai yang semuanya bisa digunakan untuk menilai jalannya proses pembangunan politik yang terjadi di suatu negara.

Dilihat dari segi output (hasilnya), penilaian terakhir dari suatu proses pembangunan politik akan ditentukan oleh manusia sebagai warga sistem politik. Karena itu pada akhirnya masalah politik adalah masalah manusia. Dengan lain perkataan, penilaian itu akan tergantung pada kemampuan menciptakan “kepuasan-kepuasan politik” kepada sebagaian besar warga negara, yaitu terpenuhinya tujuan-tujuan politik (political goals) dari perseorangan ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat. Untuk itu yang dipersoalkan bukan hanya “output” sistem politik berupa aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang mengikat dan meliputi sebagian atau seluruh warganegara, tetapi juga mengenai “out comes”, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang dialami dan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Sarana untuk menciptakan kepuasan-kepuasan politik itu dapat diukur dengan satuan ukuran yang menurut Roland Pennock dinamakan “Political goods” yang meliputi “Order and security, welfare, justice, and liberty” (dalam Sjukur Abdullah, 1980).
§    Order and Security atau ketertiban dan keamanan adalah yang pertama dan terpenting dari “political goods” yang diharapkan akan diperoleh untuk mencapai kepuasan politik. Terpeliharanya rasa ketertiban dan keamanan merupakan salah satu nilai yang hampir universal sifatnya yang menjadi salah satu tujuan dari setiap sistem politik.
§    Welfare atau kesejahteraan yang bisa menjadi pedoman untuk menilai berhasilnya suatu pembangunan politik. Dalam konsep ini termasuk “material welfare” dan “spiritual welfare”.
§    Justice atau keadilan, termasuk di dalamnya seperti “the rule of law” atau “justice according to law”.
Socrates menjelaskan bahwa keadilan keadilan itu bentuknya bermacam-macam, satu di antaranya adalah jika pemerintah dengan rakyat terdapat saling pengertian yang baik. Jika para penguasa sudah pada mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum, dan bila pimpinan negara bersikap bijaksana dan memberi contoh kehidupan yang baik, tegasnya keadilan itu tercipta jika setiap warganegara sudah dapat merasakan bahwa pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik (Habib Mustopo, 1983).
§    Liberty atau kebebasan, meliputi kebebasan-kebebasan politik yang dirasakan dan dialami dalam suatu system yang teratur, berdasarkan aturan main yang disepekati oleh masyarakat itu sendiri.


PEMBANGUNAN POLITIK DAN MODERNISASI

A.       Teori Umum Modernisasi
Menurut Benyamin Schwartz, modernisasi adalah penerapan tenaga manusia secara sistematis, ajeg, mantap dan terarah dalam pengelolaan secara rasional lingkungan fisik dan sosial demi mencapai berbagai tujuan manusiawi.
Robert Ward, modernisasi sebagai gerakan menuju suatu masyarakat modern, yang ditandai oleh kemampuannya untuk mengendalikan atau memengaruhi keadaan fisik dan sosial dari lingkungannya dalam jangka panjang, dan adanya suatu sistem nilai yang betul-betul optimis mengenai kemungkinan dan konsekuensi dari kemampuan itu.
Lucian W. Pye, modernisasi sebagai penyebaran ”kebudayaan dunia” yaitu kebudayaan yang berdasar pada teknologi maju dan semangat ilmu pengetahuan, pandangan hidup rasionil, pendekatan sekuler dalam hubungan sosial, rasa keadilan dalam urusan publik, kesediaan untuk menerima keyakinan bahwa unit dari mastyarakat politik haruslah negara bangsa.
Modernisasi dalam kaitan studi politik dapat dinyatakan dalam proposisi umum, yaitu modernisasi adalah suatu proses meningkatnya kompleksitas masalah-masalah manusia yang membutuhkan tindakan-tindakan politik. Itulah sebabnya modernisasi menimbulkan sejumlah masalah politik. Di dalam ukuran besar, politik menjadi urusan yang mencakup diferensiasi peran sekaligus mengintegrasikan struktur organisasional.
Yahya Muhaimin & Colin Mac Andrews (1988) membahas tiga ciri pokok proses modernisasi politik, yakni :
a.       Peningkatan pemusatan kekuasaan pada negara, seiring menurunnya sumber-sumber wewenang kekuasaan tradisional;
b.      Diferensiasi dan spesialisasi lembaga-lembaga politik;
c.       Peningkatan partisipasi rakyat dalam politik, dan kesediaan individu-individu untuk mengidentifikasikan diri dengan sistem politik sebagai suatu kesatuan.
Sistem politik yang dimodernisasikan menjadi sangat rumit. Modernisasi politik melipat-gandakan volume, ruang lingkup dan efisiensi dari keputusan-keputusan resmi. Untuk memenuhi tugas-tugas kompleks-nya organ-organ pemerintah harus mengembangkan tingkat diferensiasi struktural dan spesialisasi fungsional yang tinggi.

  
B.       Partai Politik dan Modernisasi
Menurut Sigmund Newman partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintah dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Pembangunan partai politik akan memberikan suatu kerangka analisis pada pembangunan politik yang mengarah pada demokratisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Huntington bahwa satu-satunya organisasi modern yang dapat menjadi sumber kekuatan dan yang dapat dilembagakan dengan efektif adalah partai politik. Dengan demikian berarti pembangunan partai politik dimaksudkan untuk menggerakkan partisipasi politik warganegara guna berkembangnya kehidupan politik yang demokrastis

Klasifikasi Partai Politik
Berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi dan kepentingan, sekurang-kurangnya klasifikasi partai terbagi atas 5 (lima) jenis partai politik, yaitu:
1.       Partai Proto
Partai proto adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan. Ciri paling menonjol partai proto adalam pembedaan antara kelompok anggota atau “ins” dengan non-anggota atau “outs”. Selebihnya partai ini adalah faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokkan ideologis masyarakat.
2.       Partai Kader
Partai kader tidak memerlukan organisasi besar yang dapat memobilisasi massa. Tingkat organisasi dan ideologi partai kader sesuangguhnya masih rendah karena aktiviasnya jarang didasarkan pada program dan organisasi yang kuat.
Dengan demikian, dalam pengertian ini partai kader lebih tampak sebagai suatu kelompok informasi dari pada sebagai organisasi yang didasarkan pada disiplin.
3.       Partai Massa
Partai massa muncul waktu terjadinya perluasan hak pilih rakyat. Partai massa berorientasi pada basis pendukungnya yang luas. Tujuan utama partai ini bukan hanya memperoleh kemenangan tetapi juga ”memberikan pendidikan politik bagi para anggotanya dalam rangka membentuk elit yang langsung direkrut dari massa”.
4.       Partai Diktatorial
sebenarnya merupakan sub-tipe partai masa, hanya saja memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin partai ini melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan maupun anggota-anggotanya. Partai diktatorial menuntut pengabdian secara total anggotanya.
5.       Partai Catch-all
merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Catch-all dapat diartikan sebagai ”menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan anggotanya”. Tujuan uatama partai ini adalam memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Dengan demikian, aktivitas partai ini erat berkaitan dengan kelompok kepentingan (interest groups) dan kelompok penekan (pressure groups).

C.       Militer dan Modernisasi (resume: kembangkan!)
  • Sebab-sebab militer masuk dalam arena kehidupan politik terdiri dari; karena adanya ketidakstabilan politik, untuk memberikan fokus perhatian pada tindakan perubahan sosial dan modernisasi, adanya pendekatan rasional, adanya ketidakpedulian terhadap kebutuhan pembangunan lembaga-lembaga politik, pengambilan kekuasaan oleh militer dinyatakan untuk sementara, sewaktu-waktu dapat timbul kudeta militer yang baru, mengkin terjadi kudeta dengan alasan serupa dan menciptakan lembaga-lemabaga politik yang berwenang mengabsahkan dan melembagakan kekuasaan mereka. Juga dikemukakan ciri pokok profesionalisme militer yang meliputi keahlian yang spesifik, tanggungjawab sosial yang khusus akan karakter korporasi.
  • Dibahas pula militer sebagai organisasi modern yang merupakan proto tipe militer negara maju. Ternyata pihak militer paling cepat dapat mengadakan adaptasi dan adopsi atas nilai-nilai yang diperkenalkan dalam proses modernisasi.
  • Di negara-negara sedang berkembang, kelompok militer mudah menjelma menjadi kelompok yang mampu berperan dalam proses peralihan dari tradisonal ke arah modernisasi, baik ideal maupun praktis. Bahkan di negar-negara baru merdeka, militer dapat menciptakan perasaan kebangsaan, peningkatan apresiasi kegiatan-kegiatan politik dan peningkatan tanggung jawab nasional.

PEMBANGUNAN POLITIK DAN INTEGRASI POLITIK

A.       Pengertian Integrasi
Istilah integrasi politik sebenarnya tidak sepopuler dengan integrasi nasional, dan dalam pandangan ilmu politik belum ada kesepakatan pengertian integrasi politik.
James J. Coleman dan Carl G. Rosberg, seperti yang dikutif Nazarudin Syamsudin (1989), menginterpretasikan integrasi politik sebagai bagian integrasi nasional. Integrasi nasional mempunyai dua dimensi. Pertama, dimensi vertikal (elit-massa) yaitu bertujuan untuk menjembatani celah perbedaan yang mungkin ada antara elite dengan massa, dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik untuk berpartisipasi. Kedua, dimensi horizontal yaitu bertujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultural kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.
Ada juga pengertian yang mengatakan bahwa untuk memahami integrasi nasional mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian integrasi teritorial. Sedangkan Myron Weiner melihat pengertian integrasi nasional tidak hanya dalam konteks teritorial dan perbedaan elit-massa, namun cakupan konteksnya lebih luas, sehingga Weiner berpendapat bahwa masalah-masalah integrasi menjadi pecah dalam suatu sistem politik timbul karena adanya beberapa type yang tumbuh berantai dan melatarbelakangi timbulnya masalah tersebut.
Sementara itu, identifikasi pengertian integrasi yang dipaparkan oleh Myron Weiner diantaranya :
  1. Integrasi mungkin menunjukkan pada proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya ke dalam suatu wilayah, dan pada pembentukan suatu identitas nasional.
  2. Integrasi sering digunakan dalam arti yang serupa, untuk menunjuk pembentukan wewenang kekuasaan nasional di atas unit-unit suatu wilayah politik (regional) yang mungkin beranggotakan suatu kelompok sosial budaya tertentu.
  3. Istilah integrasi sering digunakan untuk menunjukkan kepada masalah, yang menghubungkan antara pemerintah dengan yang diperintah. Konsep pengertiannya adalah hubungan antara elite-massa yang mempunyai perbedaan dalam melihat nilai-nilai aspirasi.
  4. Integrasi kadang-kadang juga digunakan untuk menunjukkan adanya konsensus nilai yang minimum, yang diperlukan untuk memelihara tertib sosial. Yang dimaksud dengan nilai minimum dalam konteks sosial yang disepakati adalah ; nilai-nilai tujuan seperti keadilan dan persamaan, keinginan akan pembangunan ekonomi, penghayatan akan sejarah, pahlawan dan simbol-simbilnya.
  5. Tingkah laku integratif yaitu kapasitas orang-orang di dalam suatu masyarakat untuk berorganisasi demi mencapai beberapa tujuan bersama. 
Dari lima batasan pengertian tentang integrasi politik yang ditawarkan oleh Weiner dapat disimpulkan bahwa dengan berbagai definisi diikat oleh suatu kerangka konsep yang sama, yaitu kesemuanya mendefinisikan integrasi politik dalam nilai-nilai dasar yang dapat menyatukan masyarakat dengan sistem politiknya.
Sementara itu, pandangan Nazarudin Syamsudin (1989) tentang integrasi politik menekankan pada aspek integrasi sebagai suatu proses. Faktor-faktor yang ia tekankan bukan saja faktor-faktor mempengaruhi proses integrasi, melainkan juga faktor-faktor yang menentukan proses itu. Lebih lanjut Nazarudin menegaskan, integrasi politik mengandung bobot politik, dan karenanya bersifat politik pula.
Mengacu dari uraian di atas, maka integrasi politik melibatkan dua masalah. Pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan negara. Pengertian masalah ini mencakup persoalan-persoalan pengakuan rakyat akan hak-hak yang dimiliki negara dan rakyat harus dipenuhi. Kedua, bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur tingkah laku politik anggota masyarakat.
Adanya beberapa konsep pengertian integrasi politik ini tampaknya memberikan gambaran yang jelas untuk memahaminya. Pengamatan tentang masalah integrasi, baik dari dimensi vertikal, horisontal, batasan proses penyatuan, pembentukan wewenang kekuasaan nasional, hubungan pemerintah dengan yang diperintah, nilai-nilai konsensus, tingkah laku integratif, hak-hak rakyat dan negara, dan terakhir adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku memberi penjelasan rumusan integrasi politik.
Maka dari itu integrasi politik diperlukan oleh suatu negara dalam rangka menegakkan suatu kesatuan wilayah, ideologi, kekuasaan dan nilai-nilai konsensus di bawah sistem politik.
Apabila integrasi politik mempunyai fungsi meletakkan dasar berpijak bagi sistem politik di dalam meletakkan tata nilai kehidupannya, maka fungsi integrasi setiap bangsa cenderung dimaksudkan sebagai konsep yang utuh untuk mengusahakan agar bangsa yang dilatarbelakangi kebudayaan heterogen dapat tetap hidup dan mengembangkan kehidupannya. Upaya ini tentunya membutuhkan wawasan kebangsaan yang dimiliki suatu bangsa dalam menciptakan suatu pandangan politik berfikir secara integralistik. Dengan pandangan tersebut, integrasi politik dapat diterima oleh semua kelompok yang ada di masyarakat.

B.       Tipe-tipe Integrasi
Apabila mengacu kepada pemikiran Weiner tentang pengertian integrasi politik, maka pembahasan dari bentuk-bentuk integrasi merupakan penjabaran dari definisi dari integrasi politik. Hal ini beralasan, karena pemikiran Weiner melihat bentuk-bentuk integrasi merupakan fungsi dan tujuan politik untuk membentuk sistem politik yang modern. Maka integrasi politik terdiri dari lima tipe, yaitu ; integrasi bangsa, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elite-massa, dan tingkah laku integratif.

  1. Integrasi Bangsa
Menurut Weiner ada dua strategi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencapai integrasi nasional, pertama, penghapusan sifat-sifat kultural utama dan komunitas-komunitas minoritas yang berbeda menjadi semacam nasional. Biasanya, yang berpengaruh ialah kebudayaan dari kelompok budaya yang dominan, maka kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah dengan jalan proses asimilasi. Kedua, penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan-kebudayaan kecil, di Indonesia disebut dengan ”bhineka tunggal ika”, dimana secara politis merupakan penjumlahan etnis dari berbagai suku bangsa.
Adanya dua strategi ini merupakan suatu paduan dalam mengatasi konflik yang mengakibatkan retaknya rasa kebangsaan suatu negara. Di sisi lain, strategi ini juga memberi indikasi, kelompok minoritas yang ada pada masyarakat mempunyai kedudukan yang sama dengan kelompok budaya dominan dalam membicarakan kepentingan nasional.

  1. Integrasi Wilayah
Sebelum Indonesia merdeka, integrasi wilayah secara politis telah ditempuh oleh dua kerajaan untuk mempersatukan nusantara, yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan kerajaan Majapahit di Jawa. Usaha untuk mempersatukan nusantara dari segi politik dan kultural merupakan usaha integrasi wilayah untuk membentuk suatu negara.
Kemudian, kemerdekaan Indonesia juga mendapat dukungan seluruh lapisan masyarakat yang ada di nusantara ini. Adanya rasa memiliki bangsa (nasionalisme) menyebabkan batas-batas sosial budaya yang sifatnya primordial, berhasil dipersatukan dalam suatu wilayah Republik Indonesia dengan memasukkan seluruh bekas wilayah kolonial Belanda dalam kesatuan wilayah, sebab yang dituntut dalam kemerdekaan bukan saja kemerdekaan bangsa, kemerdekaan mempunyai arti apabila suatu negara mempunyai wilayah.
Sementara itu, perlu dibedakan anatara negara (state) dengan bangsa (nation). Nega menunjuk pada adanya kekuasaan dengan kapasitas untuk menguasai wilayah tertentu. Bangsa menunjuk pada kesetiaan subyektif penduduk wilayah itu pada negara. Dalam konsep ini berarti pada umumnya negara mendahului bangsa. Jadi, pembangunan bangsa (nation building) mengumpamakan adanya negara terlebih dahulu yang berkuasa dalam satu wilayah, barulah mendapat pengakuan dunia internasional berdirinya suatu negara. Integrasi wilayah berkaitan dengan masalah pembangunan negara (state building).

  1. Integrasi Nilai
Integrasi nilai mempunyai pengertian berupa adanya pengakuan prosedur-prosedur yang dapat diterima, guna memecahkan konflik yang ada. Berangkat dari pengertian ini, integrasi nilai merup[akan prosedur atau cara untuk mengatasi konflik yang biasa terjadi di masyarakat, karena dalam masyarakat apa pun juga memiliki potensi konflik.
Myron Weiner kembali mengajukan dua stategi pokok untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam masyarakat. Pertama, strategi yang menekankan pentingnya konsensus dan memasukkan perhatian pada usaha menciptakan keseragaman semaksimal mungkin. Dari penjelasan strategi ini menunjukkan perlunya menciptakan kebersamaan dalam berbagai pluralisme budaya dengan menghindari konflik dan persaingan, terutama dalam menghadapi ketegangan kultural yang megarah pada kekerasan. Kedua, menekankan interaksi antara kepentingan-kepentingan kelompok dengan kepentingan-kepentingan pribadi. Strategi ini memperlihatkan perlu adanya komunikasi dalam mempertemukan kepentingan kelompok dan pribadi. Dengan kata lain, bahwa komunikasi sosial dapat menghasilkan kesadaran nasional, berupa adanya satu pandangan mendahulukan kepentingan nilai-nilai bangsa daripada kepentingan kelompok atau golongan.


  1. Integrasi Elite-massa
Bagaimana antara elite dan massa dapat bersatu dalam upaya mempersatukan kepentingan yang diinginkan, kuncinya adalah bagaimana kedua kepentingan diwujudkan dalam bentuk partisipasi politik untuk melakukan pembangunan politik.

  1. Tingkah laku Integratif
Tingkah laku integratif dalam dimensi politik merupakan kesediaan setiap individu dan kelompok untuk melakukan kerjasama secara terorganisasi untuk mencapai tujuan politik. Untuk memahami tingkah laku integratif suatu masyarakat, perlu ada toleransi dalam memahami perbedaan-perbedaan kultural bangsa.
Almon dan Verba (1963) dalam Nazarudin Sjamsuddin (1989) mengemukakan bahwa sebelum sampai pada perubahan tingkah laku integratif pada dimensi politik, ada tiga komponen dalam sikap seseorang maupun kelompok terhadap objek politik. Pertama, aspek kognitif, dimana seseorang mungkin mempunyai pengetahuan yang cukup tentang bagaimana sistem politik berlangsung. Kedua, aspek afektif, yaitu melibatkan perasaan seseorang. Seorang individu mungkin mempunyai perasaan tertentu terhadap aspek-aspek sistem politik yang membuat mereka menerima atau menolak sesuatu. Dan ketiga, baik aspek kognitif maupun afektif berupa sikap-sikap yang telah dimiliki dalam keluarga dan lingkungannya biasa mempengaruhi seseorang. Kedua komponen tersebut ditentukan oleh evaluasi moral yang telah dipunyai. Di sini norma-norma yang dianut akan menjadi dasar untuk bersikap dan bertingkah laku terhadap sistem politik.

C.       Ideologi, Idealisme dan Integrasi Nasional
Alfian (1976) berpendapat bahwa ada 3 (tiga) dimensi dalam membina, memelihara dan mengembangkan ideologi nasional. Yaitu ideologi berdasarkan kepada dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas.
  1. Dimensi Realitas
Pada dimensi ini ideologi merupakan pencerminan realitas yang hidup dalam masyarakat. Ideologi hadir, tumbuh dan berkembang di masyarakat tersebut. Sehingga sistem nilai yang merupakan manifestasi dari ideologi, betul-betul berakar dari sistem nilai di mana masyarakat itu lahir dan berkembang.
Ideologi yang mengandung dimensi realitas akan menjadikan rasa memilikinya cenderung cukup tinggi dan melahirkan idealisme untuk tetap dipertahankan sebagai suatu sistem nilai yang tak bisa ditawar.
  1. Dimensi Idealisme
Dimensi idealisme, Alfian mengumpamakan idealisme menjadi motor penggerak untuk membangkitkan hasrat anggota-anggota masyarakat untuk hidup bersama dan bersatu, dan menggairahkan partisipasi dalam bentuk usaha bersama seperti pembangunan.
Dari pengertian di atas dapat diketahui dimensi idealisme ideologi merupakan jiwa untuk memberikan semangat untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menghadapi masa depan. Dengan menggugah idealisme dalam masyarakat, berarti mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam mencapai kehidupan yang lebih baik.
                                                                              
  1. Dimensi Fleksibilitas
Alfian mengungkapkan bahwa untuk kelangsungan hidup ideologi maka penafsirannya jangan bersifat tertutup dan kaku, dalam mengikuti perkembangan zaman dari waktu ke waktu yang mengalami perubahan. Pengertian lain dari dimensi fleksibilitas yang dimiliki oleh ideologi adalah mengakui keterbatasan-keterbatasan pemikiran yang tertampung dalam batang tubuh ideologi.
Adanya penekanan dimensi fleksibilitas yang dimiliki ideologi berarti semakin matang dalam menghadapi tantangan zaman. Sebaliknya, ideologi yang tidak mampu menyesuaikankehidupan masyarakat, maka ada kemungkinan ideologi tersebut akan kehilangan fleksibilitas, dan apabila itu terjadi ideologi tersebut akan ditinggalkan oleh masyarakatnya, walaupun secara formal ideologi masih ada tapi nilai-nilai yang ada pada ideologi sudah tidak mempengaruhi perilaku masyarakatnya.

Dari uraian ketiga dimensi di atas dapat diketahui bagaimana kualitas suatu ideologi mampu bertahan di tengah perubahan-perubahan yang dihadapi masyarakat dalam mempertahankan integrasi nasional.
Ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dalam masyarakat, kadar kualitas idealisme yang dipegang oleh masyarakat, sejauhmana fleksibilitas ideologi dalam mengakomodasi perubahan-perubahan.
Akhirnya, ideologi mempunyai peranan yang berarti dalam upaya membentuk integrasi nasional. Yang utama adalah ideologi dapat diterima secara utuh oleh masyarakat sehingga terjadi proses pembudayaan nilai-nilai dasar dari ideologi. Lebih lanjut Alfian mengatakan bahwa kunci dari ketiga dimensi tersebut terletak pada keterbukaan ideologi dan masyarakatnya.


PEMBANGUNAN POLITIK DAN DEMOKRASI

A.       Beberapa Konsep Demokrasi
Ada dua kelompok aliran pemikiran yang mendasari demokrasi, yaitu “demokrasi-konstitusional” dan kelompok aliran yang menamakan dirinya “demokrasi” tetapi pada hakekatnya mendasarkan dirinya pada “komunisme”. Secara umum perbedaan mendasar dari kedua aliran tersebut adalah bahwa demokrasi-konstitusional memiliki gagasan mengenai pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang. Pembatasan kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi. Sedangkan “demokrasi” yang mendasarkan diri pada ideologi komunisme mencita-citakan suatu pemerintah yang tidak demokratis, yang sering bersifat totaliter. Dan Indonesia menganut demokrasi-konstitusional.
Menurut Miriam Budiardjo (1977), syarat-syarat guna terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law, yaitu :
  1. Perlindungan konstitusional
  2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
  3. Pemilu yang bebas
  4. Kebebasam untuk berserikat dan beroposisi
  5. Pendidikan kewarganegaraan

Perkembangan baru menunjukkan bahwa di samping merumuskan gagasan Rule of Law, juga muncul rumusan pemahaman demokrasi sebagai sistem politik (demokrasi politik).
Ada dua hal yang perlu dipahami berkaitan demokrasi politik, yaitu; pertama, kondisi pemerintahan demokrasi ialah pelestarian iklim politik yang memungkinkan kebebasan politk berkembang. Kondisi kedua yang mutlak perlu bagi suksesnya pelaksanaan demokrasi adalah kesepakatan bersama dalam masalah-masalah yang bersifat fundamental. Kesepakatan paling penting yang tidak dengan sendirinya dijamin oleh adanya konstitusi tertulis adalah keinginan bersama untuk melaksanakan sistem yang demokrastis.

B.       Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikelan ada dua sistem pemilu yang populer, yaitu single-member constituency, atau biasa disebut sistem “distrik” dan multi-member constituency, atau biasa juga dinamakan proportional representation atau sistem perwakilan berimbang. (Miriam Budiarjo, 1977).

Resume:
·         Fungsi pemilu, baik sebagai sarana kehidupan demokrasi maupun sebagai prosedur untuk memberikan legitimasi atau mengabsahkan penugasan seseorang pada jabatan politik dan pemerintahan.
·         Sistem pemilu baik distrik maupun sistem perwakilan berimbang, memiliki aspek positif dan kelemahannya.
·         Sistem pemilu yang dilaksanakan di Indonesia pada masa orde baru menggunakan sistem perwakilan berimbang yang dikombinasikan dengan sistem daftar.

C.       Demokrasi di Indonesia (resume:)
·         Demokrasi parlementer; bahwa parlemen merupakan “pusat kekuasaan politik” dimana duduk wakil-wakil rakyat melalui sistem kepartaian. Dengan kata lain, Partai dan Parlemen merupakan kerangka pokok dari sistem dan mekanisme politk. Stabilitas pemerintahan (kabinet) sangat tergantung pada sampai berapa jauh “dukungan partai-partai” dalam parlemen yang dipelihara. Kritik yang sering dilontarkan pada masa ini adalah seringnya pergantian kabinet yang dipandang penyebab utama terbengkalainya usaha-usaha pemerintah untuk perbaikan hidup rakyat.
·         Demokrasi terpimpin, pada masa ini kita kembali ke UUD 1945 yang menempatkan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Disini presiden Soekarno mempunyai kesempatan yang besar untuk menata sistem politik Indonesia menurut konsep-konsepnya. Dengan terbentuknya Dewan Nasional dan komando politik berada di tangannya, ia yakin bahwa ketidakstabilan politik dapat diatasi. Keinginannya untuk menegakkan stabilitas politik yang mantap dilaksanakannya dengan mengikutsertakan semua kekuatan sosial politik baik dalam DPR, kabinet maupun Dewan Nasional. Periode ini nampaknya ditandai beberapa ciri, yaitu: (1),Peranan dominan dari presiden; (2),Pembatasan atas peranan DPR dan partai-partai politik kecuali PKI; (3),Peningkatan peranan ABRI sebagai kekuatan sosial politik.
·         Demokrasi pancasila. Pada era orde baru, pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Untuk itu pemerintah orde baru menempuh beberapa strategi, yaitu: pertama, melemahkan peranan ideologi partai-partai politik dengan jalan mengusahakan penyederhanaan dalam pengelompokkan ideologi. Kedua, memperkenalkan konsep massa mengambang (floating mass) yaitu pembebasan rakyat di daerah pedesaan dari kegiatan-kegiatan politik. Ketiga, melancarkan program sosialisasi ideologi, guna memantapkan Pancasila sebagai ideologi negara. Keempat, pencanangan pancasila sebagai satu-satunya azas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui strategi ini Demokrasi Pancasila dikembangkan.



POLA PEMBANGUNAN POLITIK INDONESIA


A.       Mekanisme Demokrasi Pancasila
Mekanisme demokrasi pancasila mengikuti prinsip-prinsip yang termuat dalam UUD 1945. Di samping itu mengikuti pula prinsip-prinsip yang bersifat umum, yang menurut Amir Machmud (1989) sebagai berikut :
  1. Cita-cita kenegaraan kekeluargaan
  2. Paham Negara Hukum
  3. Paham Unitarisme atau Kesatuan
  4. Paham Konstitusional
  5. Supremasi MPR
  6. Pemerintahan yang bertanggungjawab
  7. Kedaulatan Rakyat
  8. Sistem Pemerintahan Presidensial
  9. Pengawasan DPR terhadap Pemerintah


Resume
1.       Mekanisme hubungan MPR, Presiden dan DPR. Menurut UUD 1945, presiden memiliki kekuasaan yang besar. Ia memiliki legitimiasi yang tinggi dengan dipilih oleh rakyat secara langsung. Presiden tidak bisa dijatuhkan oleh DPR, meskipun ia berhak mengundang sidang istimewa MPR untuk menegur Presiden, sebab prosedur untuk itu tidaklah mudah, antara lain jika presiden benar-benar melanggar GBHN. Di samping itu, kedudukan DPR juga adalah kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden (pemerintah). Di sini sesungguhnya ada keseimbangna atau check and balance yang khas antara presiden dengan DPR.
2.       Prinsip-prinsip umum yang penting diperhatikan dalam mekanisme demokrasi pancasila. Prinsip-prinsip itu meliputi cita-cita kenegaraan kekeluargaan, paham negara hukum, unitarisme, konstitusional, supremasi MPR, pemerintah perwakilan dan bertanggung jawab, sistem pemerintahan presidensial dan pengawasan DPR terhadap pemerintah.
3.       Mekanisme penyampaian pendapat dan pengambilan keputusan dalam demokrasi pancasila. Mekanisme ini bersifat umum sehingga dapat dilakukan baik pada tatanan infra struktur maupun supra struktur politik.


B.       Sasaran, Arah dan Kebijakan Pembangunan Politk (resume:)
Landasan, hakikat dan wawasan penyelenggaraan pembangunan nasional. Berdasarkan hal-hal itu maka ditetapkan sasaran pembangunan politk yaitu tercipta dan berfungsinya tatana kehidupan politik yang konstitusional berdasarkan demokrasi pancasila, dengan kualitas masyarakat yang berperilaku sesuai budaya politik pancasila dan berwawasan nusantara.
Karena itu pembangunan politik diarahkan pada terwujudnya tatanan kehidupan politik berdasarkan demokrasi pancasila yang makin menjamin berfungsinya struktur politik dan berkembangnya suasana dan sikap keterbukaan yang bertanggung jawab.
Sejalan dengan sasaran dan arah pembangunan nasional, maka ditetapkan berbagai kebijakan pembangunan politik yang pada dasarnya meliputi penataan kehidupan politik berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan pengembangan kehidupan demokrasi pancasila yang konstitusional.

C.       Beberapa Strategi Pembangunan Politik
Beberapa strategi pembangunan politik yang telah dijabarkan dalam berbagai program pembangunan politik antara lain :
  1. Sosialisasi Ideologi Pancasila
  2. Pengembangan Kehidupan Konstitusional
  3. Peningkatan Fungsi Supra Struktur Politk
  4. Peningkatan Fungsi Infra Struktur Politk
  5. Peningkatan Kulaitas Pelaksanaan Pemilihan Umum
  6. Peningkatan Partisipasi Rakyat
  7. Pembinaan Masyarakat


PROSPEK PEMBANGUNAN POLITIK INDONESIA

A.       Pembinaan Budaya Politik (resume:)
Pembinaan budaya politik yang dimaksudkan di sini adalah pembinaan politik Pancasila, yaitu suatu kerangka orientasi nilai-nilai, keyakinan, sikap dan tindakan yang secara sadar berpijak pada Pancasila. Hal ini dapat dilakukan melalui proses sosialisasi politik yang memiliki hubungan saling mempengaruhi dengan budaya politik. Proses sosialisasi politik yang diarahkan kepada orientasi nilai-nilai, sikap, tingkah laku politik tertentu, misalnya yang terkandung dalam sistem politik demokrasi Pancasila, itulah yang mungkin salah satu bagian yang dimaksud dengan pendidikan politik.
Dalam rangka pembinaan budaya politik Pancasila, maka pendidikan politik yang diterapkan meliputi kegiatan yang secara sistematis ditujukan untuk menumbuhkan penghayatan rakyat terhadap ideologi negara Pancasila serta menjelaskan secara jujur permasalahan dan tantangan yang secara nyata dihadapi oleh sistem politik. Juga menyangkut praktik kehidupan politik yang secara langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh terhadap pembentukan sikap, pola respons dan penghayatan rakyat terhadap kehidupan politiknya. Sejalan dengan pendidikan politik, maka pengembangan tradisi dan keteladanan yang positif, merupakan hal yang perlu diperhatikan.

B.       Pembinaan Struktur Sistem Politik
  1. Pembinaan peranan partai politik dan kelompok kepentingan
  2. Pembinaan peranan ormas
  3. Pembinaan kapasitas lembaga-lembaga politik formal:
a.       MPR / DPR-DPD
b.      Presiden dan Wakil Presiden
c.       Lemabaga kehakiman : KY, MK dan Kejagung, serta pembinaan hukum nasional
d.      Badan-badan pemerintahan lainnya
e.      Pemerintah Daerah (provinsi-kabupaten/kota)

Resume:
Pembinaan struktur sistem politik yang meliputi infrastruktur politik yang terdiri dari partai politik, organisasi kemasyarakatan dan kelompok-kelompok kepentingan. Lembaga infrastruktur politik ini berperan merumuskan aspirasi masyarakat dan menyalurkannya sebagai input ke dalam sistem politik. Di samping itu pula pembinaan suprastruktur politik yang berperan melakukan konversi input menjadi output (kebijakan) dan menerapkannya dalam masyarakat.

C.       Pembinaan Kewaspadaan Nasional (resume:)
Pembinaan kewaspadaan nasional, hal ini menjadi penting karena kondisi wilayah negara RI yang terdiri dari beribu-ribu pulau didiami ratusan suku bangsa dengan bahasa daerah bermacam-macam dan beraneka ragam adat istiadat serta berbeda-beda agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Keadaan ini apabila kurang diwaspadai bisa menimbulkan perpecahan. Di samping itu pula perlu meningkatkan pemahaman rakyat tentang berbagai hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan yang mungkin muncul dalam proses pembangunan nasional, khususnya pembangunan politik.
Juga di dalamnya pembinaan disiplin nasional yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mengembangkan kepatuhan dan ketaatan masyarakat pada norma-norma, baik norma moral, norma hukum maupun norma pembangunan.
Pada akhirnya kewaspadaan dan disiplin nasional akan memperkuat ketahanan nasional sebagai kondisi dinamis yang merupakan integrasi kondisi setiap aspek dari kehidupan nasional baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan.

1 komentar:

  1. Lengkap sekali artikelnya... Hanya saja tulisannya berwarna kuning, jadi susah buat baca.

    BalasHapus

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com