BEBERAPA KONSEP DAN PENGERTIAN PEMBANGUNAN
A. Perkembangan Ilmu Politik
§
Periode Awal :
Plato – Aristotle – yang mengemukakan gagasan besar
mengenai upaya mencapai kebaikan bersama.
§
Awal abad pertengahan:
Augustinus (354—430) – dengan doktrin dua bilah pedang (civitate dei dan civitate terrena)
§
Tengah abad pertengahan
Thomas Aquinas (1225-1274) – yang memberikan gambaran
pentingnya hukum sebagai roda penggerak kehidupan kemasyarakatan.
§
Pemikir pada Abad pencerahan :
Niccolo Machiavelli (1469-1572)
Thomas Hobbes (1588-1679)
John Locke (1632-1704)
Montesquieu (1689-1755)
Jean Jaques Rousseau
(1712-1778)
§
Pemikir pada Abad Modern :
Karl Marx, Gabriel Almond, Robert Dahl, Samuel P.
Huntington.
Yang tak dapat disangkal lagi bahwa menurut mereka semua
bahwa tujuan dari politik adalah melembagakan kebaikan bersama, melalui
organisasi yang kemudian kita kenal dengan pemerintah.
Secara sederhana semua ilmu sosial (termasuk ilmu
politik) berupaya untuk memahami dan meramalkan masa depan sebagai akibat dari
perubahan sosial-politik, baik yang direncanakan ataupun tidak.
Sebagai sebuah disiplin, ilmu politik menghadapi berbagai
persoalan seperti perubahan sosial-politik tersebut. Karena itu untuk
menjawabnya tidak hanya butuh satu-atau-dua metode jawaban atau konsep serta
teori, tetapi lebih luas dari itu. Karenanya tidak mungkin membahas politik
hanya dalam konteks dirinya sendiri. Ia akan
bersinggungan dengan ilmu-ilmu yang lainnya.
B. Perkembangan Teori
Pada
mulanya para ahli beranggapan bahwa bentuk pemerintahan yang baik adalah tipe
demokratis barat. Namun kenyataan yang terjadi menyimpang jauh dari anggapan
tersebut, terbukti bahwa model barat ini tidak selalu dapat diterapkan pada
kondisi yang ada pada negara-negara yang sedang berkembang, dan memang
negara-negara ini harus mengembangkan sendiri tipe pemerintahan yang sesuai
dengan nilai-nilai kebudayaannya, dan juga tahapan-tahapan pembangunannya.
Sehingga para ahli teori pembangunan beralih dari pembentukan teori pembangunan
politik yang tunggal menjadi ciri-ciri dan tahap-tahap pembangunan politik,
dari proses pengembangan pendekatan teoritis terhadap pembangunan politik
menjadi pembahasan mengenai masalah modernisasi.
Lucian W. Pye
Apabila tidak ditemukan
defnisi pembangunan secara tunggal maka kita dapat mengumpulkan ciri-ciri utama
dari apa yang disebutnya “gejala pembangunan” (“development syndrom”), yaitu persamaan, kapasitas dan diferensiasi.
Persamaan melibatkan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan politik.
Kapasitas adalah kemampuan dari suatu
sistem politik untuk menangani semakin meningkatnya kompleksitas
masalah-masalah dalam masyarakat modern, baik politik, ekonomi, maupun sosial.
Diferensiasi dan
spesialisasi
sebagai prasyarat utama bagi masyarakat yang harus menangani masalah
pembangunan yang cepat, karena masyarakat seperti ini harus memiliki
badan-badan dan struktur-struktur pemerintahan yang lebih spesialistis.
Myron Weiner
Weiner membagi pembahasannya
tentang ciri-ciri modernisasi ke dalam tiga bagian:
1.
Mengulas masalah definisi modernisasi dengan menyimpulkan bahwa tiap-tiap
cabang ilmu politik/pemerintahan dan ilmu-ilmu lainnya memiliki sudut pandang
tersendiri mengenai proses demokrasi.
2.
Membahas terjadinya modernisasi. Disini Weiner menitikberatkan pada
proses penting yang merangsang modernisasi, meliputi pendidikan, komunikasi,
ideologi nasional dan partisipasi.
3.
Menelaah bagaimana pandangan-pandangan yang berbeda tentang proses
modernisasi, kemudian menekankan akan perlunya tiap-tiap negara membuat skala
prioritas berdasarkan kondisi masing-masing.
Selanjutnya Weiner
menelaah masalah integrasi politik dan pembangunan politik, dan memerlihatkan
pentingnya integrasi bagi keberhasilan pembangunan politik maupun modernisasi.
C. Konsep Pembangunan
Dalam
studi pembangunan politik ada beberapa konsep yang perlu dipahami yaitu:
perubahan, pembangunan dan modernisasi politik. Pembangunan dan modernisasi
politik merupakan perubahan politik, bukan sebaliknya. (Ramlan Surbakti, 1992) è Perubahan progresif atau regresif.
Konsep
pembangunan mengandung usaha berencana, mempunyai sasaran yang jelas, prosesnya
bertahap, dan tanpa kekerasan. Pembangunan politik dapat dilihat sebagai
implikasi politik dari pembangunan yang sasarannya antara lain mengembangkan
kapasitas-kapasitas sistem politik sehingga mampu memelihara dirinya.
Modernisasi
dapat diartikan sebagai proses perubahan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan masyarakat dapat hidup sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.
Karena itu modernisasi mengandung kondisi berupa :
§
sistem sosial yang bisa secara terus menerus berinovasi tanpa mengalami
disintegrasi,
§
struktur sosial yang terdiferensiasi dan luwes, serta
§
kerangka sosial yang menyediakan keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan bagi kehidupan dalam dunia yang secara teknologi telah maju.
(After, dalam
Ramelan Surbakti, 1992).
Dengan
demikian perubahan politik meliputi semua ciri pembangunan dan modernisasi
politik yang objeknya antara lain mencakup perubahan sistem nilai politik,
struktur kekuasaan, dan strategi kebijakan umum.
Konsep
pembangunan politik memilik konotasi secara geografis, derivatif, teleologis
dan fungsional. (Samuel Hantington)
Pembangunan
Politik dalam konotasi GEOGRAFIS,
berarti terjadi proses perubahan politik pada negara-negara berkembang dengan
menggunakan konsep-konsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju.
Fenomena ini mengakibatkan timbulnya instabilisasi politik yang memengaruhi
kapasitas sistem politik. Karena itu dilaksanakan pembangunan politik untuk
mengatasi permasalahannya.
Pembangunan
Politik dalam arti DERIVATIF,
dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik
dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa
konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media
massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya.
Pembangunan
Politik dalam arti TELEOLOGIS,
dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan
dari sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi,
stabilitas nasional.
Huntington
mengemukakan juga tujuan pembangunan suatu bangsa, yaitu :
1.
pertumbuhan ekonomi yang tinggi;
2.
pemerataan;
3.
demokrasi;
4.
stabilitas nasional; dan
5.
otonomi.
Dari lima tujuan pembangunan
di atas, tiga diantaranya menjadi prinsip pembangunan di Indonesia yang disebut
sebagai trilogi pembangunan yang terdiri dari :
1.
pertumbuhan ekonomi
2.
pemerataan pembangunan
3.
stabilitas nasional
Pembangunan
politik dalam makna FUNGSIONAL
diartikan sebagai suatu gerakan perubahan menuju kepada suatu sistem politik
ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu negara.
D. Definisi-definisi Pembangunan Politik
(Lucian W. Pye)
1. Pembangunan Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan Ekonomi
Pembangunan politik dipandang
sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan
ekonomi.
2. Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri
Menurut pandangan ini,
masyarakat industri, baik yang demokratis maupun bukan, menciptakan
standard-standard (ukuran) tertentu mengenai tingkah laku dan prestasi politik
yang dapat menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang merupakan contoh
dari tujuan-tujuan pembangunan bagi setiap sistem politik lainnya.
3.
Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik
Pandangan bahwa pembangunan politik merupakan
kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat industri berhubungan erat
dengan pandangan politik identik dengan modernisasi politik.
4. Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa
Sudut pandang ini
nasionalisme. Dan ini merupakan prasyarat penting, tetapi masih kurang memadai
untuk dapat menjamin pelaksanaan pembangunan politik.
Pembangunan politik meliputi
serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan nasionalisme menjadi semangat
kewarganegaraan, dan usaha pembentukan lembaga-lembaga negara yang dapat
menampung aspirasi-aspirasi (nasionalisme) masyarakat ke dalam kebijakan dan
program.
5. Pembangunan Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum
Dalam membina masyarakat
politik yang harus didahulukan adalah tatanan hukum dan tatanan adminstrasi.
6. Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan politik meliputi
perluasan partisipasi masyarakat. Proses partsipasi ini berarti penyebarluasan
proses pembuatan kebijakan.
7. Partisipasi Politik sebagai Pembinaan Demokrasi
Pandangan ini menyatakan bahwa
pembangunan politik seharusnya sama dengan pembentukan lembaga-lembaga dan
praktik-praktik demokrasi.
8. Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur
Stabilitas dapat dihubungkan
dengan konsep pembangunan politik dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan
ekonomi dan sosial umumnya tergantung pada lingkungan yang lebih banyak
memiliki kepastian yang memungkinkan adanya perencanaan berdasar pada prediksi
yang cukup aman.
9. Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan
Pandangan ini membawa kita
pada konsep bahwa sistem-sistem politik dapat dinilai dari sudut tingkat atau
kadar kekuasaan yang dapat dimobilisasi oleh sistem itu.
Bila pembangunan politik
diartikan sebagai mobilisasi dan peningkatan kekuasaan dalam masyarakat,
dapatlah kita membedakan antara tujuan pembangunan dengan cir-ciri yang
biasanya dilekatkan pada pembangunan.
10. Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan Sosial yang
Multidimensi
Menurut pandangan ini, semua
bentuk pembangunan saling berkaitan. Pembangunan banyak persamaannya dengan
modernisasi, dan terjadi dalam konteks sejarah dimana pengaruh dari luar
masyarakat memengaruhi proses-proses perubahan sosial, persis sebagaimana
perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi, sistem politik dan tertib sosial
saling memengaruhi satu sama lain.
E.
Gejala/Ciri-ciri Pembangunan
Politik (Lucian W Pye)
1.
Equality (Persamaan)
Pandangan tentang hal ini
menunjukkan bahwa pembangunan politik menyangkut partisipasi dan keterlibatan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik.
Dalam kaitannya dengan
partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik, Samuel
P Huntington dan Joan Nelson (1977) memandang bahwa partisipasi politik
merupakan ciri utama dari modernisasi politik.
Partisipasi politik merupakan
kegiatan warganegara untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
Kegiatan-kegiatan itu bisa dilakukan warganegara secara pribadi atau kolektif,
terorganisasi atau spontan, terus menerus atau sporadis, damai atau kekerasan,
legal atau tidak legal, efektif atau tidak efektif.
Kemudian Huntington dan Nelson
mengemukakan bahwa partisipasi politik dalam berbagai bentuk :
a.
Electoral Activity
Yaitu kegiatan pemilihan umum guna menentukan
kepemimpinan nasional, termasuk dalam kegiatan ini antara laian : pemberian
suara, pemberian sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam pemilihan, mencari
dukungan atau setiap kegiatan yang bertujuan memengaruhi hasil pemilu.
b.
Lobbying
Yakni meliputi usaha-usaha perseorangan atau
kelompok untuk mengadakan hubungan dengan pejabat-pejabat pemerintahan dan
pemimpin-pemimpin politik dengan maksud memengaruhi keputusan-keputusan mereka
dalam bidang tertentu.
c.
Organizational Activity
Kegiatan ini menyangkut keikutsertaan anggota atau
pimpinan dalam suatu organisasi yang tujuan utamanya untuk memengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah.
d.
Contacting
Mencari koneksi, merupakan kegiatan perorangan yang
ditujuan kepada pimpinan-pimpinan pemerintahan yang dimaksudkan untuk
memberikan keuntungan pada seseorang atau sekelompok kecil anggota masyarakat.
e.
Violence
Yaitu suatu kegiatan dengan menggunakan cara
kekerasan agar pemerintah terpengaruh. Pengaruh tersebut diharapkan akan
menyebabkan pemerintah meninjau kembali atau mengubah keputusan-keputusan
tertentu.
2.
Capacity (Kapasitas)
Yang dimaksudkan kapasitas
disini adalah kemampuan sistem politik, yaitu mengenai output (hasil) sistem
politik yang mampu memengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Juga
berkaitan dengan kondisi dan prestasi pemerintah yang menyebabkan proses
pelaksanaan kebijakan umum menjadi efektif dan efsien.
Mengenai kemampuan-kemampuan
yang dimiliki sistem politik, menurut Almond dan Powel (1966) terdapat enam
jenis, yaitu :
a.
The Extractive Capability
Kemampuan ekstraktif adalah kemampuan sistem
politik mengelola sumber-sumber kekayaan alam dan potensi-potensi manusia (material and human resources). Kehidupan
sistem politik sangat tergantung pada biaya yang dikumpulkan dari kemampuan
ekstraktif ini.
Pengelolaan kekayaan alam hendaknya berdasarkan
azas-azas berikut: (a) azas maksimal, (b) azas lestari, dan (c) azas daya
saing.
b.
The Distributive Capability
Kemampuan distributif ini sangat berkaitan dengan
kemampuan ekstraktif, karena sesudah sistem politik mengelola sumber-sumber
kekayaan alam dan potensi manusia, maka sistem politik harus pula menunjukkan
kemampuannya mendistribusikan kembali kepada masyarakat. Distribusi
barang-barang, jasa, kesempatan, status dan bahkan juga kehormatan dipandang
sebagai prestasi nyata sistem politik.
c.
The Regulative Capability
Kemampuan regulatif dimaksudkan bagaimana sistem
politik menyelenggarakan pengawasan terhadap tingkah laku ndividu dan kelompok
yang ada di dalamnya. Termasuk penempatan kekuatan-kekuatan yang absah untuk
melakukan pengawasan terhadap tingkah laku manusia dan badan lain yang berada
dalam sistem.
Bagaimana cara sistem politik membawa
kelompok-kelompok atau masyarakat kepada aturan-aturan yang berlaku. Sejauhmana
kekuatan aturan-aturan tersebut menjangkau dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat
serta bagaimana intensitas campur tangan sistem politik terhadapnya, semuanya
merupakan ukuran dari kemampuan regulatif ini.
d.
The Responsive Capability
Kemampuan responsif adalah kemampuan daya tanggap
sistem politik yang ditentukan oleh hubungan antara input (asprasi masyarakat)
dengan output (kebijakan pemerintah).
Dalam perkembangannya, suatu sistem politik sering
menghadapi tuntutan-tuntutan atau tekanan-tekanan yang datang dari lingkungan
dalam maupun lingkungan luar. Pertanyaan yang timbul adalah kepada siapa sistem
politik bersikap tanggap? Bagaimana cara melaksanakan pola tingkah laku yang
tanggap itu?
e.
The Symbolic Capability
Kemampuan simbolik adalah mengalirnya secara
efektif simbol-simbol nasional dari sistem politik ke dalam lingkungan dalam
maupun lingkungan luar sistem. Misalnya simbol-simbol persatuan nasional antara
lain seperti bendera nasional, lambang negara, bahasa nasional,lagu kebangsaan,
pancasila dan sebagainya yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
f.
Domestic and International Capability
Kemampuan domestik dan internasional menunjukkan
keberadaan sistem politik dalam lingkungan domestik (dalam negeri) maupun
lngkungan internasional (luar negeri).
Sistem politik dalam bekerja, mengadakan hubungan
atau interaksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan internasonal. Karena
itu tingkah laku internasional suatu sistem politik bisa dilihat dari segi
kemampuan ekstraktif, distributif, regulatif, simbolik dan responsif
internasional sistem politik bersangkutan.
3.
Diferensiasi dan Spesialisasi
Ciri pembangunan politik ini
berkaitan dengan analisis tentang struktur dan fungsi. Dengan demikian
pembangunan politik pertama-tama mengenai diferensiasi dan spesialisasi
struktur.
Struktur politik terdiri dari
lembaga-lembaga politik baik yang ada dalam masyarakat yang disebut sebagai
infra struktur politik maupun yang ada dalam pemerintahan disebut supra
struktur politik. Infra struktur politik antara lain berfungsi merumuskan
segala kepentingan masyarakat dan kemudian menyalurkannya kepada
lembaga-lembaga supra struktur politik. Selanjutnya lembaga supra struktur
politik memproses segala kepentingan itu untuk menetapkan satu keputusan
bersama. Tetapi proses kegiatan yang dilaksanakan oleh supra struktur politik
pada hakikatnya berdasarkan aspirasi, dukungan dan kepentingan yang ada dalam
masyarakat. Lebih lanjut lembaga supra struktur politik berfungsi
mengalokasikan kembali nilai-nilai keputusan bersama itu kepada masyarakat.
F. (Mazhab-Mazhab) Pendekatan Pembangunan Politik
1. Pendekatan Sistem dan Fungsi
Pendekatan ini berkisar pada
konsep struktur dan fungsi.
Tiga pertanyaan yang timbul :
1)
Fungsi dasar apa yang harus dipenuhi dalam sebuah sistem?
2)
Struktur yang bagaimana?
3)
di bawah keadaan yang bagaimana suatu sistem dapat memelihara kelangsungan
hidupnya?
Secara umum fungsi dapat
dirumuskan sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan
bagi kepentingan sistem, baik sistem sosial maupun sistem politik.
Fungsi dapat dibedakan atas
fungsi nyata (manifes) dan fungsi tidak nyata (laten). Fungsi nyata berkaitan
dengan pola-pola tindakan yang konsekuensinya benar-benar diharapkan dan
dikenal oleh para pesertanya. Sedangkan fungsi laten berhubungan dengan
pola-pola tindakan yang konsekuensinya tidak diharapkan dan tidak dikenal oleh
para pesertanya.
Konsep lain yang penting
adalah mengenai struktur. Jika fungsi
berurusan dengan akibat atau konsekuensi yang melibatkan tujuan serta proses
dari suatu pola tindakan, maka struktur menunjuk kepada susunan-susunan dalam
sistem yang melakukan fungsi-fungsi itu.
Selanjutnya untuk memelihara
kelangsungan hidup suatu sistem politik, maka perlu pembangunan politik. Dengan
demikian pembangunan politik dapat pula dipahami sebagai pembangunan struktur
dan fungsi-fungsi sistem politik.
Dari bagan di atas dapat
diketahui bahwa suatu sistem politik memiliki enam struktur atau lembaga
politik yaitu kelompok kepentingan, partai politik, badan legislatif,
eksekutif, birokrasi dan badan peradilan.
Agar dapat memelihara
kelangsungan hidup sistem politik, maka ada tiga fungsi politik yang
memengaruhi cara kerja sistem politik. Ketiga sistem itu adalah sosialisasi
politik, rekrutmen politik, dan komunikasi politik yang berpengaruh pada
seluruh struktur atau lembaga-lembaga politik yang ada dalam sistem politik.
Sosialisasi politik merupakan fungsi untuk
mengembangkan dan memperkuat kesetiaan dan sikap-sikap politik di kalangan
masyarakat, atau melatih masyarakat untuk menjalankan peranan-peranan politik.
Rekrutmen politik merupakan penyeleksian rakyat
untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pemerintahan.
Komunikasi politik merupakan saluran mengalirnya
informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur atau lembaga-lembaga
politik yang ada dalam sistem politik.
Afan Gaffar (1989)
mengemukakan ada lima faktor yang penting diperhatikan dalam analisis
pembangunan politik, yaitu :
1)
Stabilitas politik. Hal ini sangat tergantung pada intensitas tuntutan yang
dihadapi;
2)
Partisipasi; dalam arti adanya dukungan masyarakat terhadap sistem politik;
3)
Pembangunan dalam sistem sosial dapat memengaruhi pembangunan sistem
politik. Hal-hal yang mendorong sistem politik agar memberikan perhatian pada
salah satu segi kehidupan politik adalah ditentukan oleh sejauhmana sistem
sosial mampu berperan sesuai tanggung jawabnya.
4)
Pola fungsi dari sistem. Bila suatu birokrasi dan diferensiasinya telah
cukup mapan, akan dapat mengakomodasi tuntutan akan pelayanan yang lebih baik
dibanding dengan sistem yang diferensiasinya belum berkembang.
5)
Reaksi dari tokoh-tokoh politik terhadap perubahan sistem politik. Reaksi
itu tidak dapat diramalkan dengan tepat hanya dengan melakukan pengkajian atas
pola-pola budaya sistem politik.
Mengenai kebudayaan politk,
Almond dan Verba (1984) mengemukakan adanya budaya politik parokhial, di mana
masyarakat masih kurang melakukan kegiatan politik bahkan belum memiliki
kesadaran terhadap sistem politik nasional. Lain halnya budaya politik
partisipan, di sini masyarakat telah berorientasi pada pembentukan struktur dan
proses pembentukan input sistem politik. Masyarakat ikut serta dalam artikulasi
dan agregasi tuntutan (input) dan perumusan kebijakan (out put) sistem politik.
Bila kita memandang tipe-tipe
budaya politik itu sebagai proses perkembangan kesadaran politik masyarakat,
amak di sinilah pentingnya pembangunan politik dilancarkan dalam arti sebagai
usaha mengubah budaya politik parokhial menjadi budaya politik partisipan.
2.
Pendekatan Proses Sosial
Pendekatan proses sosial dalam pembangunan politik
bukan dimulai dari konsep-konsep sistem sosial dan sistem politik, melainkan
dengan fokus pada proses-proses sosial seperti industrialisasi, urbanisasi,
komersialisasi, perluasan pendidikan, mobilitas kerja, yang dianggap sebagai
bagian dari modernisasi dan berpengaruh kuat pada perubahan politik. Fokus
perhatiannya adalah pada proses, bukan pada sistem (Juwono Sudarsono, 1985).
Perubahan sosial dan pembangunan politik
Perubahan sosial secara umum dapat dirumuskan
sebagai proses pembentukan pola tingkah laku anggota masyarakat dengan tidak
mengulangi tindakan mereka terdahulu. Perubahan tersebut membawa perubahan
kepada peranan anggota masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya berpengaruh
pula pada status anggota masyarakat yang melakukan perubahan tingkah laku itu.
Di mana status merupakan basis bagi pembentuka stratifikasi masyarakat,
sehingga perubahan status tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada
struktur masyarakat. (Arbi Sanit, 1985).
Secara linear perubahan masyarakat bertahap dengan
memunculkan bentuk-bentuk masyarakat berdasarkan perkembangannya. Bentuk awal
dari kehidupan bersama ialah masyarakat primitif, berikutnya muncul masyarakat
feodal yang menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian, kemudian pengalihan modal
dari sektor pertanian ke sektor perkantoran mendorong perkembangan masyarakat
industri.
Pembangunan ekonomi dan pembangunan politik
Sejak munculnya pemikiran ekonomi yang multi
disipliner, ekonomi tidak lagi dipandang berdiri sendiri seperti masa sebelumnya.
Pembangunan ekonomi memerlukan prasyarat seperti stabilitas sosial dan politik.
Bahkan ada pandangan bahwa pembangunan politik merupakan prasyarat pembangunan
ekonomi. Ini berarti kondisi sosial dan politik dapat mendorong atau menghambat proses pembangunan
ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga perlu dibarengi
pemerataan atau keadilan. Hal ini dikenal sebagai konsep pembangunan
pertumbuhan dan pemerataan.
3.
Pendekatan Perbandingan Sejarah
Pendekatan ini tidak dimulai dengan suatu model
teoritis atau dengan satu fokus, melainkan mengarahkan perhatian utamanya pada
evolusi dua masyarakat atau lebih.
Juwono Sudarsono (1985) mengemukakan pendapatnya
bahwa ada empat tahap modernisasi yang harus dilalui suatu masyarakat, yaitu :
1) Tantangan akan modernitas,
2) Konsolidasi kepemimpinan modernisasi,
3) Transformasi ekonomi dan sosial dari masyarakat pedesaan dan pertanian
ke masyarakat perkotaan dan industri, dan
4) Integrasi seluruh masyarakat yang meliputi penataan kembali seluruh
struktur sosial.
Berikutnya Rostow
mengemukakan pendapat bahwa ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi menuju
modernitas politik, yaitu; identitas bagi suatu bangsa, kewenangan bagi negara,
dan persamaan bagi setiap warganegara.
G. Pentahapan Pembangunan Politik
Tahap-tahap pembangunan
politik menurut Organski (1985)
1. Politik Unifikasi Primitif
Politik unufikasi primitif
adalah politik mengenai kelahiran dan masa kanak-kanak bangsa. Pada tahap ini,
(juga tahap-tahap lainnya), tujuan dan kepentingan penguasa yang memerintah
begitu banyak, yaitu ingin meningkatkan harga diri, kekuasaan nasional dan juga
berbicara mengenai perkembangan ekonomi. Tetapi fungsi utama pemerintah yakni
menciptakan persatuan nasional.
Tahap unifikasi primitif
mencakup banyak landasan dan aneka ragam pengalaman yang sangat luas. Beberapa generalisasi dapat
ditarik dari pengalaman-pengalaman itu yakni :
a.
Politik kolonial, di sini unifikasi primitif terjadi meskipun belum lengkap,
di mana negara berada di bawah dominasi kolonial suatu kekuasaan asing.
b.
Politik negara-negara yang sedang berkembang yang biasanya bekas jajahan
yang baru saja merdeka melanjutkan unifikasi primitif mereka di bawah
pemerintahannya sendiri.
c.
Politik negara-negara yang telah lama berdiri tetapi perekonomiannya tetap
belum berkembang dan masih belum bersatu penuh.
Secara singkat dapat
dikemukakan bahwa fungsi utama dalam tahap pertama pembangunan politik (politik
unifikasi primitif) adalah mempersatukan rakyat yang belum terikat kuat.
Berbagai kasus yang diamati Organski menunjukkan bahwa di negara-negara
dinasti, di negara jajahan, di kalangan bangsa belum berkembang, seluruhnya
merupakan suatu periode ”nation building”.
2. Politik Industrialisasi
Dengan datangnya
industrialisasi maka bentuk dan tugas bangsa berubah. Di sini terjadi masa
transisi di mana suatu kelas baru mengambil kekuasaan, membangun ekonomi baru
dan rakyat akhirnya menjadi suatu bangsa.
Dalam sejarah bangsa-bangsa
sedang berkembang, mereka telah dituntun melalui masa transisi yang sulit oleh
3 (tiga) tipe pemerintahan yang berbeda yaitu : Borjuis (demokrasi barat),
Stalinis (pemerintahan komunis) dan fasis.
Fungsi utama pemerintahan
dalam tahap kedua pembangunan politik ini adalah mengizinkan dan membantu
modernisasi ekonomi. Ketiga tipe pemerintahan tersebut telah melakukan fungsi
ini;
Pertama, ketiga tipe
pemerintahan tersebut memungkinkan suatu peralihan kekuasaan politik dari
tangan elite tradisional ke manajer industri yang ingin memodernisasikan
ekonomi.
Kedua, ketiga bentuk
pemerintahan tersebut mengizinkan dan membantu akumulasi modal, yang mutlak
diperlukan bagi perkembangan industri.
Ketiga, semua tipe
pemerintahan tersebut telah mendorong terjadinya perpindahan penduduk dari desa
ke kota (urbanisasi).
3. Politik Kesejahteraan Nasional
Politik kesejahteraan bangsa
(nasional) merupakan politik bangsa-bangsa industri sepenuhnya, telah tumbuh
usaha-usaha timbal balik antara rakyat dengan pemerintah, tetapi dalam tahap
ini kerjasama itu semakin sempurna bentuk dan wujudnya. Kekuasaan negara
tergantung kepada kemampuan rakyat biasa untuk bekerja dan berjuang, dan rakyat
bersama-sama dengan penguasa-penguasa industri tergantung pula kepada
pemerintah nasional untuk melindungi mereka terhadap kerugian akibat depresi
dan dari kehancuran perang.
Fungsi pokok pemerintah
berbeda dengan fungsi periode sebelumnya. Dalam tahap kedua merupakan tugas
pemerintah untuk melindungi modal yang berasal dari rakyat dan
tuntutan-tuntutan mereka untuk memperoleh taraf kehidupan yang lebih tinggi.
Sedangkan dalam tahap ketiga ini merupakan tugas pemerintah untuk melindungi
rakyat dari kesulitan-kesulitan dalam kehidupan industri. Juga menjaga supaya
ekonomi berjalan lancar, memberikan tingkat hidup yang layak dan membantu
mereka yang tidak mampu.
4. Politik Berkelimpahan
Tahap keempat dari pembangunan
politik, Organski menyebutnya “politics of abundance” diterjemahkan sebagai
politik berkelimpahan.
Pada tahap ini dimulai suatu
revolusi industri yang baru, yaitu revolusi otomatisasi. Konsekuensi yang akan
terjadi ialah hancurnya revolusi industri yang pertama, dan diperlukan suatu
bentuk dan fungsi politik baru guna memperlancar semua hasil yang akan timbul.
Masa transisi yang dihadapi
akan sangat sulit. Sebab, begitu otomatisasi berkembang dan menghasilkan
dislokasi sosial, maka kepentingan yang berpengaruh akan memblokir atau
setidaknya mengawasi meluasnya otomatisasi. Tetapi bila orang mampu melihat ke
depan dan membayangkan suatu masyarakat yang akan mengalami otomatisasi penuh,
maka kemungkinannya luas dan probabilitasnya tinggi sehingga masyarakat dalam
politik berkelimpahan memiliki ciri-ciri yaitu :
a.
Adanya pemusatan ekonomi, disini penggunaan mesin yang supercanggih dan
bermanfaat dalam merencanakan produksi guna menjaga efisiensi kerja yang akan
menguntungkan pertumbuhan monopoli raksasa.
b.
Adanya pemusatan kekuasaan politik, dengan terjadinya pemusatan ekonomi
secara besar-besaran hampir dapat dipastikan akan menjurus ke arah pengaturan
secara ketat oleh pemerintah dalam kehidupan ekonomi.
Selanjutnya dikemukakan bahwa
pada abad ini fungsi utama pemerintah adalah memberikan dasar pada pengaturan
dan pengorganisasian kembali struktur sosial yang baru, dalam rangka
menciptakan kemungkinan damainya masyarakat dalam tahap otomatisasi, serta
menciptakan kemungkinan dilahirkannya suatu masyarakat yang adil dan makmur
secara politis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.
Analisis terhadap politik
tahap keempat ini didasarkan pada empat asumsi tentang ekonomi, sebagai berikut
:
a.
Akan adanya produktivitas yang sangat meningkat dalam ekonomi pada masa
damai.
b.
Akan adanya peningkatan efisiensi dalam perlengkapan perang.
c.
Akan ada kelimpahan ekonomi.
d.
Akan terdapat angkatan kerja yang lebih sedikit.
H. Objek Dan Tipologi Pembangunan Politik
1.
Objek Pembangunan Politik
Dikemukakan bahwa teori-teori baru mengenai
perubahan politik dapat dapat dibedakan dari pendekatan-pendekatan berdasarkan
beberapa ciri yaitu :
1) Kerangka-kerangka teoritisnya dapat digunakan untuk mempelajarai
perubahan politik yang terjadi pada setiap tahap pembangunan
2) Kerangka-kerangka tersebut tidak berkaitan dengan proses modernisasi,
atau setidak-tidaknya hanya secara tidak langsung berkaitan dengan proses itu
3) Variabel dan hubungan yang menjadi pusat teori itu sebagian besar
bersifat politik
4) Kerangka-kerangka itu cukup fleksibel untuk dapat menampung
sumber-sumber maupun pola-pola perubahan politik baik pada lingkungan dalam
negeri maupun lingkungan luar negeri suatu sistem polik
5) Umumnya teori-teori itu lebih kompleks dari teori-teori modernisasi
politik dan pembangunan politik, semuanya mencakup lebih banyak variabel dan
menelaah secara lebih luas hubungan-hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Setiap sistem
mempunyai strategi sendiri dalam menangani proses kebijakan. Proses kebijakan
berkisar pada interaksi yang dinamis antara struktur kekuasaan, sistem nilai
politik, lingkungan masyarakat dan fisik.
Berdasarkan
sistem nilai politik tertentu, Dalam kerangka struktur kekuasaan tertentu, Dan
konteks lingkungan masyarakat tertentu, Para perumus kebijakan harus memilih
berbagai alternatif untuk menangani masalah-masalah pokok kebijakn, yaitu :
1)
Untuk mencapai tujuan kebijakan, interaksi macam apakah yang terjadi
antara kehendak subjektif pemimpin politik dengan kondisi objektif?
2)
Dalam upaya mencapai tujuan kebijakan umum, struktur politik apakah
yang melaksanakan kekuasaan secara lebih dominan, infrastruktur secara spontan
ataukah suprastruktur:
3)
Dalam proses kebijakan seberapa sering dan mendalam konflik yang
terjadi antara sistem nilai politik dengan struktur kekuasaan?
4)
Ketika merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum para penyusun
kebijakan harus memilih prioritas yang diberikan terhadap perubahan dan
kesinambungan baik dalam sistem nilai politik dan dalam struktur kekuasaan
maupun dalam lingkungan masyarakat dan fisik.
Ketiga objek
(sistem nilai politik, struktur kekuasaan, dan strategi penanganan kebijakan
umum) mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan fisik.
2.
Tipologi Pembangunan Politik
Menurut Ramlan Surbakti (1992), pembangunan politik
dibedakan atas :
§
Perubahan sistem
Yaitu perubahan pada
elemen-elemen sistem secara sekaligus, perubahan ini bersifat radikal karena
tidak saja struktur dan strategi kebijakan yang berubah, tetapi juga sistem politik
yang justru mempengaruhi objek-objek lainnya.
§ Perubahan dalam sistem
(proses politik)
Yaitu perubahan dalam proses politik yang
menyebabkan terjadinya sejumlah modifikasi pada seluruh elemen-elemen system
politik. ini berarti sistem nilai, struktur kekuasaan, strategi menangani
permasalahan kebijakan pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti
walaupun pemimpin pemerintahan dan isi kebijakan umum mengalami perubahan.
§ Perubahan karena dampak
berbagai kebijakan
Berkaitan dengan dampak berbagai kebijakan terhadap
lingkungan sosial dan alam, apakah kebijakan-kebijakan pemerintah itu mampu
mengangkat kondisi dan kualitas hidup anggota masyarakat.
I. Ukuran-Ukuran Pembangunan Politik
Menurut Alfian (1985) ada
beberapa ukuran yang bisa dipakai, yaitu :
1.
Tingkat atau kualitas ketenteraman, kemanan dan kedamaian (security) yang
dirasakan oleh warga negara dalam pergaulan hidup politik mereka sehari-hari.
2.
Tingkat atau kualitas keteraturan hubungan sosial-ekonomi antar warga
negara, sampai dimana mereka merasa hak-haknya dilindungi dan
kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya diatur dengan baik dan adil.
3.
Sampai sejauhmana warga negara merasa diikut-sertakan, merasa diajak
partisipasi (bersuara) di dalam pemerintahan.
4.
Sampai di mana suatu sistem politik mampu menaikkan atau menurunkan tingkat
kemakmuran masyarakat.
Di samping keempat ukuran
tersebut di atas, masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat dipakai yang semuanya
bisa digunakan untuk menilai jalannya proses pembangunan politik yang terjadi
di suatu negara.
Dilihat dari segi output (hasilnya), penilaian terakhir
dari suatu proses pembangunan politik akan ditentukan oleh manusia sebagai
warga sistem politik. Karena itu pada akhirnya masalah politik adalah masalah
manusia. Dengan lain perkataan, penilaian itu akan tergantung pada kemampuan
menciptakan “kepuasan-kepuasan politik” kepada sebagaian besar warga negara,
yaitu terpenuhinya tujuan-tujuan politik (political
goals) dari perseorangan ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat. Untuk
itu yang dipersoalkan bukan hanya “output”
sistem politik berupa aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang mengikat dan
meliputi sebagian atau seluruh warganegara, tetapi juga mengenai “out comes”, yaitu
konsekuensi-konsekuensi yang dialami dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Sarana untuk menciptakan
kepuasan-kepuasan politik itu dapat diukur dengan satuan ukuran yang menurut Roland Pennock dinamakan “Political goods” yang meliputi “Order and security, welfare, justice, and
liberty” (dalam Sjukur Abdullah, 1980).
§
Order and Security atau ketertiban dan keamanan adalah yang pertama dan terpenting dari “political goods” yang diharapkan akan
diperoleh untuk mencapai kepuasan politik. Terpeliharanya rasa ketertiban dan
keamanan merupakan salah satu nilai yang hampir universal sifatnya yang menjadi
salah satu tujuan dari setiap sistem politik.
§ Welfare atau kesejahteraan yang bisa
menjadi pedoman untuk menilai berhasilnya suatu pembangunan politik. Dalam konsep ini termasuk “material
welfare” dan “spiritual welfare”.
§ Justice atau keadilan, termasuk di
dalamnya seperti “the rule of law”
atau “justice according to law”.
Socrates menjelaskan bahwa keadilan keadilan itu bentuknya bermacam-macam, satu
di antaranya adalah jika pemerintah dengan rakyat terdapat saling pengertian
yang baik. Jika para penguasa sudah pada mematuhi dan melaksanakan
ketentuan-ketentuan hukum, dan bila pimpinan negara bersikap bijaksana dan
memberi contoh kehidupan yang baik, tegasnya keadilan itu tercipta jika setiap
warganegara sudah dapat merasakan bahwa pemerintah sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik (Habib Mustopo, 1983).
§ Liberty atau kebebasan, meliputi kebebasan-kebebasan politik yang dirasakan dan
dialami dalam suatu system yang teratur, berdasarkan aturan main yang
disepekati oleh masyarakat itu sendiri.
PEMBANGUNAN POLITIK DAN MODERNISASI
A.
Teori Umum Modernisasi
Menurut Benyamin Schwartz, modernisasi adalah
penerapan tenaga manusia secara sistematis, ajeg, mantap dan terarah dalam
pengelolaan secara rasional lingkungan fisik dan sosial demi mencapai berbagai
tujuan manusiawi.
Robert Ward, modernisasi
sebagai gerakan menuju suatu masyarakat modern, yang ditandai oleh kemampuannya
untuk mengendalikan atau memengaruhi keadaan fisik dan sosial dari
lingkungannya dalam jangka panjang, dan adanya suatu sistem nilai yang
betul-betul optimis mengenai kemungkinan dan konsekuensi dari kemampuan itu.
Lucian W. Pye, modernisasi
sebagai penyebaran ”kebudayaan dunia” yaitu kebudayaan yang berdasar pada
teknologi maju dan semangat ilmu pengetahuan, pandangan hidup rasionil,
pendekatan sekuler dalam hubungan sosial, rasa keadilan dalam urusan publik,
kesediaan untuk menerima keyakinan bahwa unit dari mastyarakat politik haruslah
negara bangsa.
Modernisasi dalam kaitan
studi politik dapat dinyatakan dalam proposisi umum, yaitu modernisasi adalah
suatu proses meningkatnya kompleksitas masalah-masalah manusia yang membutuhkan
tindakan-tindakan politik. Itulah sebabnya modernisasi menimbulkan sejumlah
masalah politik. Di dalam ukuran besar, politik menjadi urusan yang mencakup
diferensiasi peran sekaligus mengintegrasikan struktur organisasional.
Yahya Muhaimin & Colin Mac Andrews (1988) membahas
tiga ciri pokok proses modernisasi politik, yakni :
a. Peningkatan pemusatan kekuasaan pada negara, seiring menurunnya
sumber-sumber wewenang kekuasaan tradisional;
b.
Diferensiasi dan
spesialisasi lembaga-lembaga politik;
c.
Peningkatan
partisipasi rakyat dalam politik, dan kesediaan individu-individu untuk
mengidentifikasikan diri dengan sistem politik sebagai suatu kesatuan.
Sistem politik yang
dimodernisasikan menjadi sangat rumit. Modernisasi politik melipat-gandakan
volume, ruang lingkup dan efisiensi dari keputusan-keputusan resmi. Untuk
memenuhi tugas-tugas kompleks-nya organ-organ pemerintah harus mengembangkan
tingkat diferensiasi struktural dan spesialisasi fungsional yang tinggi.
B. Partai Politik dan
Modernisasi
Menurut Sigmund Newman
partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari dari
pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan
perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintah dan yang bersaing untuk
memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok yang mempunyai pandangan
yang berbeda-beda.
Pembangunan partai politik akan memberikan suatu kerangka analisis
pada pembangunan politik yang mengarah pada demokratisasi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Huntington bahwa satu-satunya organisasi modern yang dapat
menjadi sumber kekuatan dan yang dapat dilembagakan dengan efektif adalah
partai politik. Dengan demikian berarti pembangunan partai politik dimaksudkan
untuk menggerakkan partisipasi politik warganegara guna berkembangnya kehidupan
politik yang demokrastis
Klasifikasi
Partai Politik
Berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi dan
kepentingan, sekurang-kurangnya klasifikasi partai terbagi atas 5 (lima) jenis
partai politik, yaitu:
1.
Partai Proto
Partai proto adalah tipe awal partai politik sebelum
mencapai tingkat perkembangan. Ciri paling menonjol partai proto adalam
pembedaan antara kelompok anggota atau “ins” dengan non-anggota atau “outs”.
Selebihnya partai ini adalah faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokkan
ideologis masyarakat.
2.
Partai Kader
Partai kader tidak memerlukan organisasi besar yang dapat
memobilisasi massa. Tingkat organisasi dan ideologi partai kader sesuangguhnya
masih rendah karena aktiviasnya jarang didasarkan pada program dan organisasi
yang kuat.
Dengan demikian, dalam pengertian ini partai kader lebih
tampak sebagai suatu kelompok informasi dari pada sebagai organisasi yang
didasarkan pada disiplin.
3.
Partai Massa
Partai massa muncul waktu terjadinya perluasan hak pilih
rakyat. Partai massa berorientasi pada basis pendukungnya yang luas. Tujuan
utama partai ini bukan hanya memperoleh kemenangan tetapi juga ”memberikan
pendidikan politik bagi para anggotanya dalam rangka membentuk elit yang
langsung direkrut dari massa”.
4.
Partai Diktatorial
sebenarnya merupakan sub-tipe partai masa, hanya saja
memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin partai ini melakukan
kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan maupun anggota-anggotanya. Partai diktatorial menuntut pengabdian secara total
anggotanya.
5.
Partai Catch-all
merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Catch-all dapat diartikan sebagai
”menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan
anggotanya”. Tujuan uatama partai ini adalam memenangkan pemilihan dengan cara
menawarkan program-program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti
ideologi yang kaku. Dengan demikian, aktivitas partai ini erat berkaitan dengan
kelompok kepentingan (interest groups)
dan kelompok penekan (pressure groups).
C.
Militer dan Modernisasi (resume: kembangkan!)
- Sebab-sebab militer masuk
dalam arena kehidupan politik terdiri dari; karena adanya ketidakstabilan
politik, untuk memberikan fokus perhatian pada tindakan perubahan sosial
dan modernisasi, adanya pendekatan rasional, adanya ketidakpedulian
terhadap kebutuhan pembangunan lembaga-lembaga politik, pengambilan
kekuasaan oleh militer dinyatakan untuk sementara, sewaktu-waktu dapat
timbul kudeta militer yang baru, mengkin terjadi kudeta dengan alasan
serupa dan menciptakan lembaga-lemabaga politik yang berwenang
mengabsahkan dan melembagakan kekuasaan mereka. Juga dikemukakan ciri
pokok profesionalisme militer yang meliputi keahlian yang spesifik,
tanggungjawab sosial yang khusus akan karakter korporasi.
- Dibahas pula militer
sebagai organisasi modern yang merupakan proto tipe militer negara maju.
Ternyata pihak militer paling cepat dapat mengadakan adaptasi dan adopsi
atas nilai-nilai yang diperkenalkan dalam proses modernisasi.
- Di negara-negara sedang
berkembang, kelompok militer mudah menjelma menjadi kelompok yang mampu
berperan dalam proses peralihan dari tradisonal ke arah modernisasi, baik
ideal maupun praktis. Bahkan di negar-negara baru merdeka, militer dapat
menciptakan perasaan kebangsaan, peningkatan apresiasi kegiatan-kegiatan
politik dan peningkatan tanggung jawab nasional.
PEMBANGUNAN POLITIK
DAN INTEGRASI POLITIK
A. Pengertian Integrasi
Istilah integrasi politik sebenarnya tidak sepopuler dengan
integrasi nasional, dan dalam pandangan ilmu politik belum ada kesepakatan
pengertian integrasi politik.
James J. Coleman dan Carl G.
Rosberg, seperti yang dikutif Nazarudin Syamsudin (1989), menginterpretasikan integrasi politik sebagai bagian integrasi nasional. Integrasi nasional
mempunyai dua dimensi. Pertama,
dimensi vertikal (elit-massa) yaitu bertujuan untuk menjembatani celah
perbedaan yang mungkin ada antara elite dengan massa, dalam rangka pengembangan
suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik untuk berpartisipasi. Kedua, dimensi horizontal yaitu
bertujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultural kedaerahan
dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.
Ada juga pengertian yang
mengatakan bahwa untuk memahami integrasi nasional mempunyai pengertian yang
sama dengan pengertian integrasi teritorial. Sedangkan Myron Weiner melihat
pengertian integrasi nasional tidak hanya dalam konteks teritorial dan perbedaan
elit-massa, namun cakupan konteksnya lebih luas, sehingga Weiner berpendapat
bahwa masalah-masalah integrasi menjadi pecah dalam suatu sistem politik timbul
karena adanya beberapa type yang tumbuh berantai dan melatarbelakangi timbulnya
masalah tersebut.
Sementara itu, identifikasi pengertian integrasi yang dipaparkan
oleh Myron Weiner diantaranya :
- Integrasi mungkin
menunjukkan pada proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya ke dalam
suatu wilayah, dan pada pembentukan suatu identitas nasional.
- Integrasi sering digunakan
dalam arti yang serupa, untuk menunjuk pembentukan wewenang kekuasaan
nasional di atas unit-unit suatu wilayah politik (regional) yang mungkin
beranggotakan suatu kelompok sosial budaya tertentu.
- Istilah integrasi sering
digunakan untuk menunjukkan kepada masalah, yang menghubungkan antara
pemerintah dengan yang diperintah. Konsep pengertiannya adalah hubungan
antara elite-massa yang mempunyai perbedaan dalam melihat nilai-nilai
aspirasi.
- Integrasi kadang-kadang
juga digunakan untuk menunjukkan adanya konsensus nilai yang minimum, yang
diperlukan untuk memelihara tertib sosial. Yang dimaksud dengan nilai
minimum dalam konteks sosial yang disepakati adalah ; nilai-nilai tujuan
seperti keadilan dan persamaan, keinginan akan pembangunan ekonomi,
penghayatan akan sejarah, pahlawan dan simbol-simbilnya.
- Tingkah laku integratif yaitu kapasitas orang-orang di dalam suatu masyarakat untuk berorganisasi demi mencapai beberapa tujuan bersama.
Dari lima batasan pengertian
tentang integrasi politik yang ditawarkan oleh Weiner dapat disimpulkan bahwa
dengan berbagai definisi diikat oleh suatu kerangka konsep yang sama, yaitu
kesemuanya mendefinisikan integrasi politik dalam nilai-nilai dasar yang dapat
menyatukan masyarakat dengan sistem politiknya.
Sementara itu, pandangan Nazarudin Syamsudin (1989) tentang
integrasi politik menekankan pada aspek integrasi sebagai suatu proses.
Faktor-faktor yang ia tekankan bukan saja faktor-faktor mempengaruhi proses
integrasi, melainkan juga faktor-faktor yang menentukan proses itu. Lebih
lanjut Nazarudin menegaskan, integrasi politik mengandung bobot politik, dan
karenanya bersifat politik pula.
Mengacu dari uraian di atas,
maka integrasi politik melibatkan dua masalah. Pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan
negara. Pengertian masalah ini mencakup persoalan-persoalan pengakuan rakyat
akan hak-hak yang dimiliki negara dan rakyat harus dipenuhi. Kedua, bagaimana meningkatkan konsensus
normatif yang mengatur tingkah laku politik anggota masyarakat.
Adanya beberapa konsep
pengertian integrasi politik ini tampaknya memberikan gambaran yang jelas untuk
memahaminya. Pengamatan tentang masalah integrasi, baik dari dimensi vertikal,
horisontal, batasan proses penyatuan, pembentukan wewenang kekuasaan nasional,
hubungan pemerintah dengan yang diperintah, nilai-nilai konsensus, tingkah laku
integratif, hak-hak rakyat dan negara, dan terakhir adalah norma-norma yang
mengatur tingkah laku memberi penjelasan rumusan integrasi politik.
Maka dari itu integrasi politik
diperlukan oleh suatu negara dalam rangka menegakkan suatu
kesatuan wilayah, ideologi, kekuasaan dan nilai-nilai konsensus di bawah sistem
politik.
Apabila integrasi politik
mempunyai fungsi meletakkan dasar berpijak bagi sistem politik di dalam
meletakkan tata nilai kehidupannya, maka fungsi integrasi setiap bangsa
cenderung dimaksudkan sebagai konsep yang utuh untuk mengusahakan agar bangsa
yang dilatarbelakangi kebudayaan heterogen dapat tetap hidup dan mengembangkan
kehidupannya. Upaya ini tentunya membutuhkan wawasan kebangsaan yang dimiliki
suatu bangsa dalam menciptakan suatu pandangan politik berfikir secara
integralistik. Dengan pandangan tersebut, integrasi politik dapat diterima oleh
semua kelompok yang ada di masyarakat.
B. Tipe-tipe Integrasi
Apabila mengacu kepada pemikiran Weiner tentang pengertian
integrasi politik, maka pembahasan dari bentuk-bentuk integrasi merupakan
penjabaran dari definisi dari integrasi politik. Hal ini beralasan, karena
pemikiran Weiner melihat bentuk-bentuk integrasi merupakan fungsi dan tujuan
politik untuk membentuk sistem politik yang modern. Maka integrasi politik
terdiri dari lima tipe, yaitu ; integrasi bangsa, integrasi wilayah, integrasi
nilai, integrasi elite-massa, dan tingkah laku integratif.
- Integrasi
Bangsa
Menurut Weiner ada dua strategi kebijakan yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mencapai integrasi nasional, pertama, penghapusan sifat-sifat kultural utama dan
komunitas-komunitas minoritas yang berbeda menjadi semacam nasional. Biasanya,
yang berpengaruh ialah kebudayaan dari kelompok budaya yang dominan, maka
kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah dengan jalan proses asimilasi. Kedua, penciptaan kesetiaan nasional
tanpa menghapuskan kebudayaan-kebudayaan kecil, di Indonesia disebut dengan
”bhineka tunggal ika”, dimana secara politis merupakan penjumlahan etnis dari
berbagai suku bangsa.
Adanya dua strategi ini merupakan suatu paduan dalam mengatasi
konflik yang mengakibatkan retaknya rasa kebangsaan suatu negara. Di sisi lain,
strategi ini juga memberi indikasi, kelompok minoritas yang ada pada masyarakat
mempunyai kedudukan yang sama dengan kelompok budaya dominan dalam membicarakan
kepentingan nasional.
- Integrasi
Wilayah
Sebelum Indonesia merdeka,
integrasi wilayah secara politis telah ditempuh oleh dua kerajaan untuk
mempersatukan nusantara, yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan kerajaan
Majapahit di Jawa. Usaha untuk mempersatukan nusantara dari segi politik dan
kultural merupakan usaha integrasi wilayah untuk membentuk suatu negara.
Kemudian, kemerdekaan Indonesia
juga mendapat dukungan seluruh lapisan masyarakat yang ada di
nusantara ini. Adanya rasa memiliki bangsa (nasionalisme) menyebabkan
batas-batas sosial budaya yang sifatnya primordial, berhasil dipersatukan dalam
suatu wilayah Republik Indonesia dengan memasukkan seluruh bekas wilayah
kolonial Belanda dalam kesatuan wilayah, sebab yang dituntut dalam kemerdekaan
bukan saja kemerdekaan bangsa, kemerdekaan mempunyai arti apabila suatu negara
mempunyai wilayah.
Sementara itu, perlu dibedakan
anatara negara (state) dengan bangsa (nation). Nega menunjuk pada adanya
kekuasaan dengan kapasitas untuk menguasai wilayah tertentu. Bangsa menunjuk
pada kesetiaan subyektif penduduk wilayah itu pada negara. Dalam konsep ini
berarti pada umumnya negara mendahului bangsa. Jadi, pembangunan bangsa (nation
building) mengumpamakan adanya negara terlebih dahulu yang berkuasa dalam satu
wilayah, barulah mendapat pengakuan dunia internasional berdirinya suatu
negara. Integrasi wilayah berkaitan dengan masalah pembangunan negara (state
building).
- Integrasi Nilai
Integrasi nilai mempunyai
pengertian berupa adanya pengakuan prosedur-prosedur yang dapat diterima, guna
memecahkan konflik yang ada. Berangkat dari pengertian ini, integrasi nilai
merup[akan prosedur atau cara untuk mengatasi konflik yang biasa terjadi di
masyarakat, karena dalam masyarakat apa pun juga memiliki potensi konflik.
Myron Weiner kembali mengajukan
dua stategi pokok untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam masyarakat. Pertama, strategi yang menekankan
pentingnya konsensus dan memasukkan perhatian pada usaha menciptakan
keseragaman semaksimal mungkin. Dari penjelasan strategi ini menunjukkan
perlunya menciptakan kebersamaan dalam berbagai pluralisme budaya dengan menghindari
konflik dan persaingan, terutama dalam menghadapi ketegangan kultural yang
megarah pada kekerasan. Kedua,
menekankan interaksi antara kepentingan-kepentingan kelompok dengan
kepentingan-kepentingan pribadi. Strategi ini memperlihatkan perlu adanya
komunikasi dalam mempertemukan kepentingan kelompok dan pribadi. Dengan kata
lain, bahwa komunikasi sosial dapat menghasilkan kesadaran nasional, berupa
adanya satu pandangan mendahulukan kepentingan nilai-nilai bangsa daripada
kepentingan kelompok atau golongan.
- Integrasi
Elite-massa
Bagaimana antara elite dan massa
dapat bersatu dalam upaya mempersatukan kepentingan yang diinginkan,
kuncinya adalah bagaimana kedua kepentingan diwujudkan dalam bentuk partisipasi
politik untuk melakukan pembangunan politik.
- Tingkah laku
Integratif
Tingkah laku integratif dalam
dimensi politik merupakan kesediaan setiap individu dan kelompok untuk melakukan
kerjasama secara terorganisasi untuk mencapai tujuan politik. Untuk memahami
tingkah laku integratif suatu masyarakat, perlu ada toleransi dalam memahami
perbedaan-perbedaan kultural bangsa.
Almon dan Verba (1963) dalam
Nazarudin Sjamsuddin (1989) mengemukakan bahwa sebelum sampai pada perubahan
tingkah laku integratif pada dimensi politik, ada tiga komponen dalam sikap
seseorang maupun kelompok terhadap objek politik. Pertama, aspek kognitif, dimana seseorang mungkin mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang bagaimana sistem politik berlangsung. Kedua, aspek afektif, yaitu melibatkan
perasaan seseorang. Seorang individu mungkin mempunyai perasaan tertentu
terhadap aspek-aspek sistem politik yang membuat mereka menerima atau menolak
sesuatu. Dan ketiga, baik aspek
kognitif maupun afektif berupa sikap-sikap yang telah dimiliki dalam keluarga
dan lingkungannya biasa mempengaruhi seseorang. Kedua komponen tersebut ditentukan oleh evaluasi moral yang telah
dipunyai. Di sini norma-norma yang dianut akan menjadi dasar untuk bersikap dan
bertingkah laku terhadap sistem politik.
C.
Ideologi, Idealisme dan Integrasi Nasional
Alfian (1976) berpendapat bahwa ada 3 (tiga) dimensi dalam membina, memelihara
dan mengembangkan ideologi nasional. Yaitu ideologi berdasarkan kepada dimensi
realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas.
- Dimensi
Realitas
Pada dimensi ini ideologi
merupakan pencerminan realitas yang hidup dalam masyarakat. Ideologi hadir,
tumbuh dan berkembang di masyarakat tersebut. Sehingga sistem nilai yang
merupakan manifestasi dari ideologi, betul-betul berakar dari sistem nilai di
mana masyarakat itu lahir dan berkembang.
Ideologi yang mengandung dimensi
realitas akan menjadikan rasa memilikinya cenderung cukup tinggi dan melahirkan
idealisme untuk tetap dipertahankan sebagai suatu sistem nilai yang tak bisa
ditawar.
- Dimensi
Idealisme
Dimensi idealisme, Alfian
mengumpamakan idealisme menjadi motor penggerak untuk membangkitkan hasrat
anggota-anggota masyarakat untuk hidup bersama dan bersatu, dan menggairahkan
partisipasi dalam bentuk usaha bersama seperti pembangunan.
Dari pengertian di atas dapat
diketahui dimensi idealisme ideologi merupakan jiwa untuk memberikan semangat
untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menghadapi masa depan. Dengan menggugah
idealisme dalam masyarakat, berarti mendorong masyarakat untuk berpartisipasi
dalam mencapai kehidupan yang lebih baik.
- Dimensi Fleksibilitas
Alfian mengungkapkan bahwa untuk
kelangsungan hidup ideologi maka penafsirannya jangan bersifat tertutup dan
kaku, dalam mengikuti perkembangan zaman dari waktu ke waktu yang mengalami
perubahan. Pengertian lain dari dimensi fleksibilitas yang dimiliki oleh
ideologi adalah mengakui keterbatasan-keterbatasan pemikiran yang tertampung
dalam batang tubuh ideologi.
Adanya penekanan dimensi
fleksibilitas yang dimiliki ideologi berarti semakin matang dalam menghadapi tantangan zaman. Sebaliknya, ideologi yang tidak mampu
menyesuaikankehidupan masyarakat, maka ada kemungkinan ideologi tersebut akan
kehilangan fleksibilitas, dan apabila itu terjadi ideologi tersebut akan
ditinggalkan oleh masyarakatnya, walaupun secara formal ideologi masih ada tapi
nilai-nilai yang ada pada ideologi sudah tidak mempengaruhi perilaku
masyarakatnya.
Dari uraian ketiga dimensi di
atas dapat diketahui bagaimana kualitas suatu ideologi mampu bertahan di tengah
perubahan-perubahan yang dihadapi masyarakat dalam mempertahankan integrasi
nasional.
Ideologi harus mampu
mencerminkan realitas yang hidup dalam masyarakat, kadar kualitas idealisme yang dipegang oleh masyarakat, sejauhmana fleksibilitas ideologi dalam
mengakomodasi perubahan-perubahan.
Akhirnya, ideologi mempunyai peranan
yang berarti dalam upaya membentuk integrasi nasional. Yang utama adalah
ideologi dapat diterima secara utuh oleh masyarakat sehingga terjadi proses
pembudayaan nilai-nilai dasar dari ideologi. Lebih lanjut Alfian mengatakan
bahwa kunci dari ketiga dimensi tersebut terletak pada keterbukaan ideologi dan
masyarakatnya.
PEMBANGUNAN POLITIK
DAN DEMOKRASI
A. Beberapa Konsep
Demokrasi
Ada dua kelompok aliran
pemikiran yang mendasari demokrasi, yaitu “demokrasi-konstitusional” dan
kelompok aliran yang menamakan dirinya “demokrasi” tetapi pada hakekatnya
mendasarkan dirinya pada “komunisme”. Secara umum perbedaan mendasar dari kedua
aliran tersebut adalah bahwa demokrasi-konstitusional memiliki gagasan mengenai
pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan
tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang. Pembatasan kekuasaan pemerintah
tercantum dalam konstitusi. Sedangkan “demokrasi” yang mendasarkan diri pada
ideologi komunisme mencita-citakan suatu pemerintah yang tidak demokratis, yang
sering bersifat totaliter. Dan Indonesia menganut demokrasi-konstitusional.
Menurut Miriam Budiardjo (1977), syarat-syarat guna
terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law, yaitu :
- Perlindungan
konstitusional
- Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak
- Pemilu yang
bebas
- Kebebasam
untuk berserikat dan beroposisi
- Pendidikan
kewarganegaraan
Perkembangan baru menunjukkan bahwa di samping merumuskan gagasan Rule of Law, juga muncul rumusan
pemahaman demokrasi sebagai sistem politik (demokrasi politik).
Ada dua hal yang perlu dipahami berkaitan demokrasi politik, yaitu; pertama, kondisi pemerintahan demokrasi
ialah pelestarian iklim politik yang memungkinkan kebebasan politk berkembang.
Kondisi kedua yang mutlak perlu bagi
suksesnya pelaksanaan demokrasi adalah kesepakatan bersama dalam
masalah-masalah yang bersifat fundamental. Kesepakatan paling penting yang tidak dengan sendirinya dijamin oleh adanya
konstitusi tertulis adalah keinginan bersama untuk melaksanakan sistem yang
demokrastis.
B. Sistem Pemilihan
Umum
Dalam ilmu politik dikelan ada
dua sistem pemilu yang populer, yaitu single-member
constituency, atau biasa disebut sistem “distrik” dan multi-member constituency, atau biasa juga dinamakan proportional representation atau sistem
perwakilan berimbang. (Miriam Budiarjo,
1977).
Resume:
·
Fungsi pemilu,
baik sebagai sarana kehidupan demokrasi maupun sebagai prosedur untuk
memberikan legitimasi atau mengabsahkan penugasan seseorang pada jabatan
politik dan pemerintahan.
·
Sistem pemilu
baik distrik maupun sistem perwakilan berimbang, memiliki aspek positif dan
kelemahannya.
·
Sistem pemilu
yang dilaksanakan di Indonesia pada masa orde baru menggunakan sistem
perwakilan berimbang yang dikombinasikan dengan sistem daftar.
C.
Demokrasi di Indonesia (resume:)
·
Demokrasi
parlementer; bahwa parlemen merupakan “pusat kekuasaan politik” dimana duduk
wakil-wakil rakyat melalui sistem kepartaian. Dengan kata lain, Partai dan Parlemen merupakan kerangka pokok dari sistem
dan mekanisme politk. Stabilitas pemerintahan (kabinet) sangat tergantung pada
sampai berapa jauh “dukungan partai-partai” dalam parlemen yang dipelihara.
Kritik yang sering dilontarkan pada masa ini adalah seringnya pergantian
kabinet yang dipandang penyebab utama terbengkalainya usaha-usaha pemerintah
untuk perbaikan hidup rakyat.
·
Demokrasi terpimpin,
pada masa ini kita kembali ke UUD 1945 yang menempatkan presiden sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Disini presiden Soekarno mempunyai kesempatan
yang besar untuk menata sistem politik Indonesia menurut konsep-konsepnya.
Dengan terbentuknya Dewan Nasional dan komando politik berada di tangannya, ia
yakin bahwa ketidakstabilan politik dapat diatasi. Keinginannya untuk
menegakkan stabilitas politik yang mantap dilaksanakannya dengan mengikutsertakan
semua kekuatan sosial politik baik dalam DPR, kabinet maupun Dewan Nasional.
Periode ini nampaknya ditandai beberapa ciri, yaitu: (1),Peranan dominan dari
presiden; (2),Pembatasan atas peranan DPR dan partai-partai politik kecuali
PKI; (3),Peningkatan peranan ABRI sebagai kekuatan sosial politik.
·
Demokrasi pancasila.
Pada era orde baru, pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekwen. Untuk itu pemerintah orde baru menempuh
beberapa strategi, yaitu: pertama,
melemahkan peranan ideologi partai-partai politik dengan jalan mengusahakan
penyederhanaan dalam pengelompokkan ideologi. Kedua, memperkenalkan konsep massa mengambang (floating mass) yaitu
pembebasan rakyat di daerah pedesaan dari kegiatan-kegiatan politik. Ketiga, melancarkan program sosialisasi
ideologi, guna memantapkan Pancasila sebagai ideologi negara. Keempat, pencanangan pancasila sebagai
satu-satunya azas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui strategi ini Demokrasi Pancasila dikembangkan.
POLA PEMBANGUNAN
POLITIK INDONESIA
A. Mekanisme Demokrasi Pancasila
Mekanisme demokrasi pancasila mengikuti prinsip-prinsip yang
termuat dalam UUD 1945. Di samping itu mengikuti pula prinsip-prinsip yang
bersifat umum, yang menurut Amir Machmud (1989) sebagai berikut :
- Cita-cita kenegaraan
kekeluargaan
- Paham Negara Hukum
- Paham Unitarisme atau
Kesatuan
- Paham Konstitusional
- Supremasi MPR
- Pemerintahan yang
bertanggungjawab
- Kedaulatan Rakyat
- Sistem Pemerintahan
Presidensial
- Pengawasan DPR terhadap
Pemerintah
Resume
1.
Mekanisme hubungan
MPR, Presiden dan DPR. Menurut UUD 1945, presiden memiliki kekuasaan yang
besar. Ia memiliki legitimiasi yang tinggi dengan dipilih oleh rakyat secara
langsung. Presiden tidak bisa dijatuhkan oleh DPR, meskipun ia berhak
mengundang sidang istimewa MPR untuk menegur Presiden, sebab prosedur untuk itu
tidaklah mudah, antara lain jika presiden benar-benar melanggar GBHN. Di
samping itu, kedudukan DPR juga adalah kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh
presiden (pemerintah). Di sini sesungguhnya ada keseimbangna atau check and balance yang khas antara
presiden dengan DPR.
2.
Prinsip-prinsip umum
yang penting diperhatikan dalam mekanisme demokrasi pancasila. Prinsip-prinsip
itu meliputi cita-cita kenegaraan kekeluargaan, paham negara hukum, unitarisme,
konstitusional, supremasi MPR, pemerintah perwakilan dan bertanggung jawab,
sistem pemerintahan presidensial dan pengawasan DPR terhadap pemerintah.
3.
Mekanisme
penyampaian pendapat dan pengambilan keputusan dalam demokrasi pancasila.
Mekanisme ini bersifat umum sehingga dapat dilakukan baik pada tatanan infra
struktur maupun supra struktur politik.
B.
Sasaran, Arah dan Kebijakan Pembangunan Politk (resume:)
Landasan, hakikat dan wawasan penyelenggaraan pembangunan nasional. Berdasarkan
hal-hal itu maka ditetapkan sasaran pembangunan politk yaitu tercipta dan
berfungsinya tatana kehidupan politik yang konstitusional berdasarkan demokrasi
pancasila, dengan kualitas masyarakat yang berperilaku sesuai budaya politik
pancasila dan berwawasan nusantara.
Karena itu pembangunan politik diarahkan pada terwujudnya tatanan kehidupan
politik berdasarkan demokrasi pancasila yang makin menjamin berfungsinya
struktur politik dan berkembangnya suasana dan sikap keterbukaan yang bertanggung
jawab.
Sejalan dengan sasaran dan arah pembangunan nasional, maka ditetapkan berbagai
kebijakan pembangunan politik yang pada dasarnya meliputi penataan kehidupan
politik berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan pengembangan kehidupan demokrasi
pancasila yang konstitusional.
C. Beberapa Strategi
Pembangunan Politik
Beberapa strategi pembangunan politik yang telah dijabarkan dalam berbagai program
pembangunan politik antara lain :
- Sosialisasi Ideologi
Pancasila
- Pengembangan Kehidupan
Konstitusional
- Peningkatan Fungsi Supra
Struktur Politk
- Peningkatan
Fungsi Infra Struktur Politk
- Peningkatan Kulaitas
Pelaksanaan Pemilihan Umum
- Peningkatan Partisipasi
Rakyat
- Pembinaan Masyarakat
PROSPEK PEMBANGUNAN
POLITIK INDONESIA
A. Pembinaan Budaya Politik (resume:)
Pembinaan budaya politik yang dimaksudkan di sini adalah pembinaan politik
Pancasila, yaitu suatu kerangka orientasi nilai-nilai, keyakinan, sikap dan
tindakan yang secara sadar berpijak pada Pancasila. Hal ini dapat dilakukan
melalui proses sosialisasi politik yang memiliki hubungan saling mempengaruhi
dengan budaya politik. Proses sosialisasi politik yang diarahkan kepada
orientasi nilai-nilai, sikap, tingkah laku politik tertentu, misalnya yang
terkandung dalam sistem politik demokrasi Pancasila, itulah yang mungkin salah
satu bagian yang dimaksud dengan pendidikan politik.
Dalam rangka pembinaan budaya
politik Pancasila, maka pendidikan politik yang diterapkan meliputi kegiatan
yang secara sistematis ditujukan untuk menumbuhkan penghayatan rakyat terhadap
ideologi negara Pancasila serta menjelaskan secara jujur permasalahan dan
tantangan yang secara nyata dihadapi oleh sistem politik. Juga menyangkut
praktik kehidupan politik yang secara langsung atau tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap pembentukan sikap, pola respons dan penghayatan rakyat
terhadap kehidupan politiknya. Sejalan dengan pendidikan politik, maka
pengembangan tradisi dan keteladanan yang positif, merupakan hal yang perlu
diperhatikan.
B.
Pembinaan Struktur Sistem Politik
- Pembinaan peranan partai politik dan kelompok kepentingan
- Pembinaan peranan ormas
- Pembinaan
kapasitas lembaga-lembaga politik formal:
a.
MPR / DPR-DPD
b.
Presiden dan
Wakil Presiden
c.
Lemabaga
kehakiman : KY, MK dan Kejagung, serta pembinaan hukum nasional
d.
Badan-badan
pemerintahan lainnya
e.
Pemerintah Daerah
(provinsi-kabupaten/kota)
Resume:
Pembinaan struktur sistem politik yang meliputi infrastruktur politik
yang terdiri dari partai politik, organisasi kemasyarakatan dan
kelompok-kelompok kepentingan. Lembaga infrastruktur politik ini berperan
merumuskan aspirasi masyarakat dan menyalurkannya sebagai input ke dalam sistem
politik. Di samping itu pula pembinaan suprastruktur politik yang berperan
melakukan konversi input menjadi output (kebijakan) dan menerapkannya dalam
masyarakat.
C.
Pembinaan Kewaspadaan Nasional (resume:)
Pembinaan kewaspadaan nasional, hal ini menjadi penting
karena kondisi wilayah negara RI yang terdiri dari beribu-ribu pulau didiami
ratusan suku bangsa dengan bahasa daerah bermacam-macam dan beraneka ragam adat
istiadat serta berbeda-beda agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Keadaan
ini apabila kurang diwaspadai bisa menimbulkan perpecahan. Di samping itu pula
perlu meningkatkan pemahaman rakyat tentang berbagai hambatan, tantangan,
ancaman dan gangguan yang mungkin muncul dalam proses pembangunan nasional,
khususnya pembangunan politik.
Juga di dalamnya pembinaan
disiplin nasional yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mengembangkan kepatuhan
dan ketaatan masyarakat pada norma-norma, baik norma moral, norma hukum maupun norma pembangunan.
Pada akhirnya kewaspadaan
dan disiplin nasional akan memperkuat ketahanan nasional sebagai kondisi dinamis yang merupakan integrasi kondisi setiap aspek dari
kehidupan nasional baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan
keamanan.
Lengkap sekali artikelnya... Hanya saja tulisannya berwarna kuning, jadi susah buat baca.
BalasHapus