FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
(Pernah Diajukan dalam Tugas Program Pascasarjana Magister Ilmu
Pemerintahan)
A.
Pendahuluan
Sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, isu
tentang pelayanan publik selalu menarik untuk dikaji dan dibahas, karena
pelayanan publik menjadi salah satu barometer keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah. Salah satu alasan diterapkannya otonomi daerah adalah agar pelayanan
publik yang diberikan oleh negara dapat berlangsung secara lebih efisien dan
tepat sasaran. Sementara masalah utama yang dihadapi dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah semakin terbatasnya sumber data
yang dipakai untuk keperluan melayani kebutuhan masyarakat tersebut. Otonomi daerah telah membawa implikasi pada terjadinya
demokratisasi, termasuk juga dalam hal pelayanan publik yang dilaksanakan.
Masyarakat mulai kritis dan bisa menentukan jenis pelayanan bagaimanakah yang masyarakat kehendaki.
Masyarakat yang sedang tumbuh ke arah masyarakat madani (civil society)
menuntut adanya peran birokrasi pemerintah yang lebih adaptif terhadap
penguatan hak-hak publik dalam pemberian pelayanan secara lebih luas dan
berimbang.
Peningkatan dan tuntutan masyarakat
akan pelayanan publik (public service) yang efektif, efisien serta memuaskan
dari pegawai pemerintah sebagai pelayan publik semakin populer. Hal ini
terkait dengan perkembangan kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat yang
terus bertambah dan kian mutakhir. Masyarakat sebagai subjek layanan tidak suka
lagi dengan pelayanan yang berbelit-belit, lama dan beresiko akibat rantai
birokrasi yang panjang. Masyarakat menghendaki kesegaran pelayanan, sekaligus
mampu memahami kebutuhan dan keinginan yang terpenuhi dalam waktu yang relatif
singkat. Keinginan-keinginan tersebut perlu direspon dan dipenuhi oleh instansi
yang bergerak dalam bidang jasa, apabila aktivitasnya ingin memiliki citra yang
baik, untuk itu pihak manajemen perlu mengevaluasi kembali aspek pelayanan yang
selama ini diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang dilayani, atau justru sebaliknya masih terdapat kesenjangan antara
pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang diharapkan masyarakat. Terjadinya
kesenjangan menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang kurang prima, sehingga
berpotensi menurunkan kinerja instansi secara keseluruhan.
Kualitas
pelayanan publik akan selalu menarik untuk dikaji dan dibahas, karena
masyarakat selalu mengalami dinamika, ilmu pengetahuan dan teknologi pun
mengalami perkembangan dengan pesat. Seiring dengan hal tersebut, tentu saja konsep,
dimensi, indikator-indikator tentang kualitas pelayanan publik akan mengalami
perubahan seiring dengan perubahan zaman. Kemampuan beradaptasi dengan
perubahan tersebut, akan menjadi modal bagi pengambil kebijakan untuk selalu
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kemampuan meningkatkan kualitas
pelayanan publik, bagi kepala negara/daerah akan dapat meningkatkan kepercayaan
publik/rakyat kepada mereka, sehingga tidak menutup kemungkinan, kebaikan yang
telah mereka lakukan akan selalu dikenang oleh rakyatnya sepanjang masa.
Berkenaan dengan hal tersebut, bagi kepala negara/kepala daerah serta para
pejabat publik lainnya agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada
publik, langkah yang paling mendasar adalah mengetahui berbagai seluk beluk
tentang kualitas pelayanan publik, termasuk faktor-faktor, dimensi, indikator
yang menyangkut tentang kualitas pelayanan publik. Pemahaman mengenai kualitas
pelayanan publik tentu saja akan menjadi modal awal bagi kepala Negara/kepala
daerah serta para pejabat publik lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Tulisan ini berusaha untuk mengungkapkan berbagai teori serta menganalisis
mengenai faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik.
B.
Dimensi dan Indikator Kualitas Pelayanan Publik
Kata
“kualitas” mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas menurut Tjiptono
(1995, 24) adalah:
1) Kesesuaian dengan persyaratan;
2) Kecocokan untuk pemakaian;
3) Perbaikan berkelanjutan;
4) Bebas dari kerusakan/cacat;
5) Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat;
6) Melakukan segala sesuatu secara benar;
7) Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Menurut Ibrahim (2008, 22), kualitas pelayanan publik merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya
pemberian pelayanan publik tersebut.
Pada
prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang menjadi
pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan
kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut menurut
Tjiptono (1995, 25) antara lain adalah:
1) Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu
proses;
2) Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan;
3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
4) Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang
melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer;
5) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain;
6) Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC,
kebersihan dan lain-lain.
Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang
diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah
suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk,
berkualitas atau tidak. Umumnya yang sering muncul di mata publik adalah
pelayanan yang diberikan para petugas pelayanan. Petugas pelayanan merupakan
ujung tombak terdepan yang berhadapan langsung dengan publik. Itu sebabnya,
sebagai petugas terdepan harus memiliki profesionalisme, bagaimana cara
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat? Pertanyaan pokok
yang harus dijawab dan berkaitan dengan petugas atau pekerja yang terlibat
dalam pelayanan antara lain;
1) Berapa banyak orang yang diperlukan?
2) Bagaimana perbandingan antara pegawai yang langsung berhadapan
dengan pelanggan dan pegawai yang bekerja di belakang layar?
3) Apa saja keterampilan yang harus dimiliki? dan
4) Bagaimana perilaku yang diharapkan dari pegawai tersebut kepada pelanggan?.
Menurut Lovelock dan Wright (2005, 15) ada empat fungsi inti yang
harus dipahami penyedia layanan jasa, yaitu:
1) Memahami persepsi masyarakat yang senantiasa berubah tentang nilai
dan kualitas jasa atau produk;
2) Memahami kemampuan sumber daya dalam menyediakan pelayanan;
3) Memahami arah pengembangan lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas
yang diinginkan masyarakat terwujud, dan
4) Memahami fungsi lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas
jasa/produk tercapai dan kebutuhan setiap stakeholders terpenuhi.
Dengan demikian, untuk dapat menilai sejauhmana mutu pelayanan
publik yang diberikan aparatur pemerintah, memang tidak bisa dihindari, bahkan
menjadi tolok ukur kualitas pelayanan tersebut dapat ditelaah dari kriteria
dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik.
Menurut
Zeithaml dkk. (1990), Kualitas pelayanan dapat diukur dari lima dimensi, yaitu:
Tangibel (Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiviness (Ketanggapan), Assurance
(Jaminan), dan Empathy (Empati). Masing-masing dimensi memiliki indikator-indikator
sebagai berikut:
1) Untuk dimensi Tangibel (Berwujud), terdiri atas indikator:
Penampilan Petugas/aparatur dalam melayani pelanggan, Kenyamanan tempat
melakukan pelayanan, Kemudahan dalam proses pelayanan, Kedisiplinan petugas/aparatur dalam melakukan
pelayanan, Kemudahan akses pelanggan dalam permohonan pelayanan, dan Penggunaan
alat bantu dalam pelayanan.
2) Untuk dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator:
Kecermatan petugas dalam melayani pelanggan, Memiliki standar pelayanan yang
jelas, Kemampuan petugas/aparatur dalam menggunkanan alat bantu dalam proses
pelayanan, dan Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses
pelayanan.
3) Untuk dimensi Responsiviness (Respon/ketanggapan), terdiri atas
indikator: Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan,
Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat, Petugas/aparatur melakukan
pelayanan dengan tepat, Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat,
Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat, dan Semua keluhan
pelanggan direspon oleh petugas.
4) Untuk dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator: Petugas
memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan, Petugas memberikan jaminan
biaya dalam pelayanan, Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan,
dan Petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam pelayanan.
5) Untuk dimensi Empathy (Empati), terdiri atas indikator: Mendahulukan
kepentingan pemohon/pelanggan, Petugas melayani dengan sikap ramah, Petugas
melayani dengan sikap sopan santun, Petugas melayani dengan tidak diskriminatif
(membeda-bedakan), dan Petugas melayani dan menghargai setiap pelanggan.
Lima dimensi pelayanan publik tersebut di atas, menurut Zeithaml
dkk. (1990) dapat dikembangkan menjadi sepuluh dimensi sebagai berikut:
1) Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;
2) Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan
tepat;
3) Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggungjawab
terhadap mutu layanan yang diberikan;
4) Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan
yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan;
5) Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
6) Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat;
7) Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari
berbagai bahaya dan resiko;
8) Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
9) Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara,
keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru
kepada masyarakat; dan
10) Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
Produk organisasi publik adalah pelayanan publik. Karenanya produk
pelayanan yang berkualitas menjadi tuntutan pemberi pelayanan. Dalam hal ini
kinerja pelayanan publik terdiri dari:
1) Produksi, adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan organisasi untuk
menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungannya;
2) Mutu, adalah kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan pelanggan
dan clients;
3) Effisiensi, adalah perbandingan terbaik antara keluaran (output) dan
masukan (input);
4) Fleksibilitas, adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggang
organisasi terhadap tuntutan perubahan internal dan eksternal. Fleksibilitas
berhubungan dengan kemampuan organisasi untuk mengalihkan sumberdaya dari
aktivitas yang satu ke aktivitas yang lain guna menghasilkan produk dan
pelayanan baru yang berbeda dalam rangka menanggapi permintaan pelanggan;
5) Kepuasan menunjuk pada perasaan karyawan terhadap pekerjaan dan
peran mereka di dalam organisasi;
6) Persaingan menggambarkan posisi organisasi di dalam berkompetisi
dengan organisasi lain yang sejenis;
7) Pengembangan, adalah ukuran yang mencerminkan kemampuan dan
tanggungjawab organisasi dalam memperbesar kapasitas dan potensinya untuk
berkembang melalui investasi sumberdaya; dan
8) Kelangsungan hidup ádalah kemampuan organisasi untuk tetap eksis
dalam menghadapi segala perubahan
(Depdagri 2006, 29-30).
Dengan demikian, dapat diketahui dan dipahami bahwa untuk mengukur
kualitas pelayanan publik yang baik tidak cukup hanya menggunakan indikator
tunggal, namun secara niscaya harus menggunakan multi-indicator atau indikator
ganda dalam pelaksanaannya. Karena itu dimensi-dimensi pelayanan yang disajikan
di atas, sangat berpengaruh kepada kualitas pelayanan yang diberikan oleh
aparat, pada bidang pelayanan pemerintahan dan pembangunan; bidang ekonomi;
bidang pendidikan; bidang kesehatan; bidang sosial; bidang kesejahteraan
rakyat; dan bidang pertanahan dan sebagainya.
Selanjutnya,
Kumorotomo (1996) menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik terdiri atas empat
dimensi, yaitu dimensi efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap.
Masing-masing dimensi terdiri atas beberapa indikator. Untuk dimensi efisiensi,
indikatornya adalah: keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba,
memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari
rasionalitas ekonomis. Untuk dimensi efektivitas, indikatornya adalah: apakah
tujuan didirikannya organisasi pelayanan publik itu tercapai; Hal tersebut erat
kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta
fungsi sebagai agen pembangunan. Untuk dimensi keadilan, indikatornya adalah:
distribusi dan aloksi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan
publik, dan untuk dimensi daya tanggap, indikatornya adalah: daya tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Gespersz (1997, 2), Gespersz menyebutkan adanya beberapa
dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam peningkatan kualitas
pelayanan, yaitu:
1) Ketepatan waktu pelayanan;
2) Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas;
3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
4) Tanggungjawab yang berkaitan dengan penerimaan pesanan, maupun
penanganan keluhan;
5) Kelengkapan, menyangkut ketersediaan sarana pendukung;
6) Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan;
7) Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi;
8) Pelayanan pribadi, berkaitan dengan flesibilitas/penanganan
permintaan khusus;
9) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruang, kemudahan, dan informasi; dan
10) Atribut yaitu pendukung pelayanan lainnya seperti kebersihan
lingkungan, AC, fasilitas ruang tunggu, fasilitas musik atau TV, dan
sebagainya.
Menurut Brown dalam Moenir (1998, 33) bahwa di mata masyarakat,
kualitas pelayanan meliputi ukuran-ukuran sebagai berikut: (1) Reability, yaitu
kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan secara tepat;
Assurance, yaitu pengetahuan dan kemampuannya untuk meyakinkan; (2) Empathy,
yaitu tingkat perhatian dan atensi individual yang diberikan kepada pelanggan;
(3) Responsiviness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan memberikan
pelayanan yang tepat; dan (4) Tangibel, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan
kelengkapan serta penampilan pribadi.
Selanjutnya,
Lovelock (1992) mengemukakan lima prinsip yang harus diperhatikan bagi
penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu meliputi: (1) Tangible (terjamah)
seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunitas material; (2)
Realiable (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dapat tepat dan
memiliki keajegan; (3) Responsiveness. Rasa tanggung jawab terhadap mutu
pelayanan; (4) Assurance (jaminan), pengetahuan, perilaku dan kemampuan
pegawai; dan (5) Empaty, perhatian perorangan pada pelanggan.
Pendapat
lain yang senada mengenai dimensi atau ukuran kualitas pelayanan dikemukakan
oleh Tjiptono (1997, 14) dalam bukunya “Prinsip-Prinsip Total Quality Service,”
yaitu: (1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi; (2) Keandalan (reliability), yakni kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan; (3)
Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap; (4) Jaminan (assurance),
mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki
para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan; dan (5) Empati,
meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian
pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
C.
Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kualitas
Pelayanan Publik
Dari beberapa kajian, dapat diidentifikasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik, apabila
dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor yang ada, maka akan didapatkan beberapa
faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Faktor-faktor
dominan tersebut adalah: (1) Motivasi Kerja Birokrasi dan aparatur; (2)
Kemampuan aparatur; (3) pengawasan/kontrol sosial; (4) Perilaku
birokrasi/aparatur; (5) Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi serta
iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi; dan (6) Restrukturisasi
organisasi. Masing-masing faktor mempengaruhi kualitas
pelayanan publik. Artinya, secara umum dapat dikatakan bahwa keenam faktor tersebut
secara dominan mempengaruhi kualitas pelayanan publik, di samping faktor-faktor
lainnya.
Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian
pelayanan publik tersebut (Ibrahim 2008, 22). Kualitas adalah: (1) Kesesuaian
dengan persyaratan; (2) Kecocokan untuk pemakaian; (3) Perbaikan berkelanjutan;
(4) Bebas dari kerusakan/cacat; (5) Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal
dan setiap saat; (6) Melakukan segala sesuatu secara benar; (7) Sesuatu yang
bisa membahagiakan pelanggan. Konsep kualitas pelayanan dapat dipahami melalui
perilaku konsumen (consumer behavior), yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi suatu produk
maupun pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka (Tjiptono, 1995: 24).
D.
Penutup
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor dominan
yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah sebagai berikut: (1)
Motivasi kerja birokrasi dan aparatur; (2) Kemampuan aparatur; (3)
Pengawasan/kontrol sosial; (4) Perilaku birokrasi/aparatur; (5) Komunikasi,
disposisi dan struktur birokrasi serta iklim komunikasi organisasi dan aliran
informasi; dan (6) Restrukturisasi organisasi. Keenam faktor tersebut, baik
secara bersama-sama ataupun secara parsial dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan publik.
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara
langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek
kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih
luas pada tatanan organisasi pemerintah (Sinambela 2006, 42-43). Melalui proses
demokratisasi dan desentralisasi, dimana kepala negara dan kepala daerah
dipilih melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat, maka kepala
negara/daerah dan juga pejabat publik atau pejabat politik, harus
mengetahui dan memahami faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kualitas
pelayanan publik dimaksud, semakin berkualitas pelayanan publik
yang diberikan kepada masyarakat, maka secara khusus diharapkan akan semakin
tinggi dan semakin percaya (trust) masyarakat terhadap pejabat publik tersebut,
dan secara umum akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah/pemerintah daerah.
Daftar Putaka:
-
Gespersz, Vincent. 1997.
Manajemen Kualitas. Jakarta: Gramedia.
-
Ibrahim,
Amin. 2008. Teori dan Konsep
Pelayanan Publik serta Implementasinya. Bandung: Mandar Maju.
-
Kumorotomo,
Wahyudi. 1996. Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa pada masa transisi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
-
Lovelock
& Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Indeks
-
Moenir,
H.A.S. 2008. Manajemen Pelayanan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
-
Nurmandi,
Achmad. 2010. Manajemen Pelayanan Publik. Yogyakarta: Sinergi Publishing
-
Sinambela,
Lijan Poltak, dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.
-
Tjiptono,
Fandy. 1995. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.
-
__________. 1997. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi.
-
Winardi.
2000. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Rajawali Pers
-
Zeithaml,
Valarie A., A. Parasuraman & Leonard L. Berry. 1990.
Delivering Quality Service. New York: The Free Press.
0 komentar:
Posting Komentar