Minggu, 18 November 2012

Format Pemerintahan Daerah : Studi Komparatif Memahami Gejala Pemerintahan


Abstrak

Format pemerintahan daerah dapat ditelaah secara komparatif dengan mengamati praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah di negara-negara lain. Selanjutnya, melalui hasil kajian komparatif ini dapat pula dikenali “best practices” yang dapat ditransfer untuk dikembangkan di Indonesia.
Tulisan ini mencoba untuk menguraikan serba singkat (highlight) tentang metode komparasi sebagai salah satu metode dalam memahami gejala pemerintahan. Dimulai dengan penelusuran konseptual, desain, contoh penggunaannya, dan uraian mengenai keunggulan sekaligus kelemahannya.
Akhirnya pada penutup tulisan disajikan pula beberapa rekomendasi berkenaan dengan pilihan “bilamana menggunakan studi kasus” dalam memahami gejala pemerintahan yang didasarkan pada kelemahan maupun keunggulan yang dimiliki metode ini. 


  
1.      Prolog : Mengapa Perbandingan?

Seorang ilmuwan politik Amerika bernama James Coleman, pernah berujar “you can’t be scientific if you’re not comparing”. Apa yang dikemukakan Coleman tersebut tampaknya membawa kita pada pemahaman bahwa studi komparasi (perbandingan) merupakan salah satu metode ilmiah yang dapat digunakan sebagai tools of analysis dalam memahami gejala-gejala alamiah maupun sosial.
Pertanyaan yang perlu diajukan berkaitan dengan penggunaan metode perbandingan tersebut adalah: apa dan mengapa diperbandingkan? Jawaban atas pertanyaan ini sebagiannya telah terjawab apabila kita membaca uraian yang cukup menarik dari Hague, Harrop, dan Breslin (1992 :27) yang menyebutkan setidaknya terdapat empat keuntungan melakukan studi politik secara komparatif, yakni :

·         learning about other countries casts fresh light on our own;
·         comparison enables us to test general hypotheses about politics;
·         comparison improves our clasifications of political processes;
·         comparison gives us some potential for prediction.

Jika ilmu politik menggunakan metode komparasi dalam praktek analisisnya terhadap gejala politik maka ilmu pemerintahan pun dengan sedikit modifikasi tentunya dapat pula menggunakan metode tersebut untuk memahami gejala pemerintahan. Sekedar menyebut contoh bahwasanya metode komparasi dapat digunakan oleh ilmu pemerintahan, dapatlah disebut di sini karya S. Pamudji (1985) Perbandingan Pemerintahan, atau S.H. Sarundajang (2001) Pemerintahan Daerah di Beberapa Negara., sebagai hasil studi komparasi yang telah dipublikasikan secara luas.
Namun demikian, sebelum mencoba penggunaan metode tersebut dalam mengamati gejala pergeseran format pemerintahan daerah di Indonesia, tidaklah terlalu berlebihan apabila penelusuran konsep dan konteks penggunaannya diuraikan terlebih dahulu.

2. Studi Komparatif : Konsep dan Refleksi Penggunaannya

Sebelum membahas kerangka kerja maupun teknik perbandingan, perlu kiranya dipertegas lebih dahulu pengertian metodologi ilmu pemerintahan dan metode penelitian pemerintahan. Dalam kaitan ini uraian yang diberikan oleh Taliziduhu Ndraha (2001 : utamanya Bab xxv dan xxvi) menarik untuk dicermati. Ndraha (2001 : 640) menegaskan bahwa metodologi ilmu pemerintahan “menunjukkan bahan baku body of knowledge yang disebut ilmu pemerintahan itu, dan bagaimana konstruksinya, sehingga ilmu yang bersangkutan tetap bertahan dan berfungsi internal dan eksternal dalam kondisi apapun”...Sementara itu metode penelitian pemerintahan disebutkannya sebagai tools of analysis dalam menghadapi masalah-masalah yang ditemukan oleh ilmu yang bersangkutan.
Melalui uraian tersebut secara umum dapat dikatakan bahwa metodologi ilmu berkaitan dengan construct model ilmu yang bersangkutan, sedangkan metode penelitian berkenaan dengan upaya menangkap dan menganalisis fakta, data untuk kemudian diinterpretasikan melalui conceptual framework yang telah disediakan oleh metodologi ilmu.

2.1. Telaah Konseptual

Setelah memahami perbedaan mendasar antara metodologi ilmu pemerintahan dengan metode penelitian pemerintahan, maka metode komparatif sedikit banyaknya dapat dikenali baik sisi makronya sebagai conseptual model maupun sisi mikronya sebagai tools of analysis . Dengan lain perkataan, di saat kita menetapkan konstruksi model format pemerintahan yang akan diperbandingkan maka kita berada pada ranah metodologi ilmu, sementara itu tatkala kita mulai mengumpulkan data di lapangan menurut conceptual model yang telah disusun maka kita beralih ke dalam ranah metode penelitian. Singkatnya, metodologi ilmu berbicara tentang cara kita melihat, sedangkan metode penelitian berbicara tentang menggapai dan menganalisis apa yang kita lihat.
Demikian halnya dengan metode perbandingan, pada dasarnya menentukan cara kita melihat format pemerintahan daerah, apakah membuat perbandingan pada tingkat negara, tingkat masyarakat, atau pada tingkat kebijakan (Hague, Harrop, dan Breslin, 1992 : 31). Selain itu, perbandingan dapat juga dilakukan pada konteks-konteks khusus, misalnya perbandingan model pendelegasian wewenang/urusan pemerintahan yang digunakan oleh tim GTZsfdm bekerjasama dengan tim Revisi UU 22/1999 dari DDN dalam menata format pemerintahan daerah.

2.2. Metode Studi Komparatif : Contoh Penggunaan

Untuk lebih jelasnya penggunaan metode komparasi ini dapat dilihat contoh penggunaan berikut ini (cuplikan disarikan dari : Legal Standing and Models of Local Government Functions , SfDM Report, 2002) :
Studi komparatif ini dilakukan di 16 negara yang berbentuk kesatuan (unitary state) dan berbentuk federal (federal state), yakni : Cambodia, Italy, South Korea, Marocco, Nepal, New Zealand, Philippines, Romania, South Africa, Sweden, Uganda, U.K. (mewakili negara kesatuan); Australia, Canada, Germany, dan United States (mewakili negara federal).
Aspek yang diperbandingkan adalah : pengaturan tentang prinsip-prinsip dan fungsi pemerintahan daerah, model delegasi kewenangan/urusan pemerintahan, pengaturan tentang kewenangan wajib dan standar pelayananan minimal (SPM).
Temuan pokok yang diperoleh dalam studi tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
A.    Pengaturan tentang prinsip-prinsip dan fungsi pemerintahan daerah :
·         secara umum di negara-negara federal pengaturan ditempatkan di dalam naskah konstitusi;
·         sementara di negara-negara kesatuan pengaturan mengenai hal tersebut cukup bervariasi namun secara umum ditetapkan dalam UU sebagai penjabaran dari konstitusi
B. Model delegasi kewenangan/urusan pemerintahan :
·         secara umum telah menganut “general competency” ketimbang “ultra vires”
·         terdapat model hibrida yakni “general competency” yang dibarengi dengan penentuan kewenangan wajib (obligatory functions) bagi masing-masing daerah otonom.
C. Pengaturan Kewenangan wajib dan SPM :
·         Sebagian ditentukan secara seragam. Sebagian lainnya mengenal model asymetrical ;
·         SPM ditentukan menurut UU sektoral, sebagian lainnya diintegrasikan ke dalam UU tentang pemerintahan daerah.
Cuplikan di atas, tentunya dapat dipergunakan untuk menyusun format pemerintahan daerah di masa depan terkait dengan adanya keinginan politik untuk melakukan revisi terhadap UU 22/1999 utamanya berkenaan dengan arsitektur hubungan kewenangan/urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan serah.
Selanjutnya, berdasarkan kajian komparasi tersebut dapat pula dikenali praktek-praktek terbaik (best practices) dalam pengelolaan hubungan pusat-daerah yang terdapat di berbagai negara. Dengan pengenalan dan pemahaman tersebut dapat dipreskripsikan suatu model hubungan pusat-daerah yang lebih rasionil, efektif, efisien dan akuntabel.
Tentunya, selain berbagai keunggulan sebagaimana tersirat melalui uraian di atas, maka terdapat pula serangkaian kendala yang senantiasa menjadi persoalan dalam melakukan studi komparasi. Berkenaan dengan kendala-kendala yang ada, maka penggunaan metode komparatif memerlukan serangkaian prasyarat agar dapat diterapkan. Uraian selanjutnya akan mengelaborasi hal tersebut.

3.      Dilema Studi Komparatif

Kendatipun penggunaan studi komparatif dapat dilakukan untuk mencari dan mengenali aspek-aspek tertentu yang diperbandingkan, mengembangkan tipologi dan klasifikasi atas gejala empirik, serta membuat prediksi atas sejumlah gejala pemerintahan, di sisi lain studi komparasi memiliki keterbatasan.
Adapun keterbatasan yang menonjol dapat dikutipkan di sini sebagaimana dikemukakan oleh Hague, Harrop, dan Breslin (1992 : 30),  yakni                                                              
·         keterbatasan kemampuan dalam menguji teori secara tepat dalam konteks lokasi penelitian;
·         keterkaitan antar objek menyulitkan kita dalam menganalisisnya secara independen;
·         gejala yang sama belum tentu dimengerti secara sama pula oleh suatu lokasi/daerah tergantung konteksnya;
·         problem lain muncul apabila yang diperbandingkan sangat kontras perbedaannya.
Melalui uraian di atas maka semakin diperlukan kehati-hatian dalam menerapkan metode perbandingan ini karena potensi kekeliruan dalam mengamati gejala semakin besar tatkala prasyarat yang harus ada diabaikan. 




4.      Penutup

Sekelumit tentang metode studi komparatif telah diberikan, tentunya uraian ini tidak menjamin pembaca langsung mahir menggunakannya. Untuk memperoleh kemahiran tentu dibutuhkan latihan dan terjun dalam penelitian yang sebenarnya. Namun demikian, melalui uraian singkat ini setidaknya telah dikenali konsep, desain, keunggulan, kelemahan dan yang terpenting kapan dan dalam situasi yang bagaimana metode baik digunakan.
Singkatnya, metode komparasi hanyalah salah satu dari sekian banyak metode yang dapat digunakan dalam memahami gejala pemerintahan sesuai konteksnya.

 


 Daftar Pustaka :

Chadwick, Bahr dan Albrecht, 1991, Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Semarang Press, Semarang.
Ferrazi, Gabriele, 2003 : Proposal for The Improvement of The Regulations on Functional Assignments in law 22/1999, GTZ-SfDM, USAID-PERFORM , Jakarta.
GTZ-SfDM dan DDN, 2002 : Legal Standing and Models of Local Government Functions, Jakarta, unpublished working paper.
Hague, Rod, Martin Harrop, and Shaun Breslin, 1992 : Comparative Government and Politics, An Introduction, Third Edition, Macmillan, Hampshire, England.
Huntington, Samuel, 2003 Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Terjemahan, PT.Qalam, Yogyakarta
Nawawi, Hadari, 1995, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta.
................, 2001 : Kybernologi, Jilid I dan II, PPS BKU Ilmu Pemerintahan, UNPAD-IIP, Jakarta.
Nitibaskara, Tubagus, 2002. Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, Sketsa Bayang-Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah, PT. Peradaban, Jakarta
Nugroho, Riant, 2000, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Kajian dan Kritik atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, PT. Elex Media Kompetindo Kelompok Gramedia, Jakarta
........................., 2001, Reinventing Indonesia, Menata Ulang Manajemen Pemerintahan Untuk Membangun Indonesia Baru Dengan Keunggulan Global, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Pamudji, S., 1985 : Perbandingan Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta.
Rasyid, M. Ryaas, 1997, Makna Pemerintahan: Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, MIPI Yarsif Watampone, Jakarta.
………, 2001, Penjaga Hati Nurani Pemerintahan, PUSKAB dan MIPI, Jakarta
Sarundajang, S.H., 2001 : Pemerintahan Daerah di Beberapa Negara, Sinar Harapan,Jakarta. 
Sorensen, Georg, 2003, Demokrasi dan Demokratisasi, Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia Yang Sedang Berubah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Wasistiono, Sadu, 2002, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokusmedia, Bandung.
Zakaria, Yando, 2001, Mensiasati Otonomi Daerah, Demi Pembaharuan Agraria, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com