Abstrak
Format pemerintahan daerah
dapat ditelaah secara komparatif dengan mengamati praktek penyelenggaraan
pemerintahan daerah di negara-negara lain. Selanjutnya, melalui hasil kajian
komparatif ini dapat pula dikenali “best practices” yang dapat ditransfer untuk
dikembangkan di Indonesia.
Tulisan ini mencoba untuk menguraikan serba singkat
(highlight) tentang metode komparasi sebagai salah satu metode dalam memahami
gejala pemerintahan. Dimulai dengan penelusuran konseptual, desain, contoh
penggunaannya, dan uraian mengenai keunggulan sekaligus kelemahannya.
Akhirnya pada penutup tulisan disajikan pula beberapa
rekomendasi berkenaan dengan pilihan “bilamana menggunakan studi kasus” dalam
memahami gejala pemerintahan yang didasarkan pada kelemahan maupun keunggulan
yang dimiliki metode ini.
1.
Prolog : Mengapa Perbandingan?
Seorang ilmuwan politik Amerika bernama James Coleman,
pernah berujar “you can’t be scientific if you’re not comparing”. Apa
yang dikemukakan Coleman tersebut tampaknya membawa kita pada pemahaman bahwa
studi komparasi (perbandingan) merupakan salah satu metode ilmiah yang dapat
digunakan sebagai tools of analysis dalam memahami gejala-gejala alamiah
maupun sosial.
Pertanyaan yang perlu diajukan berkaitan dengan penggunaan metode
perbandingan tersebut adalah: apa dan mengapa diperbandingkan? Jawaban atas
pertanyaan ini sebagiannya telah terjawab apabila kita membaca uraian yang
cukup menarik dari Hague, Harrop, dan Breslin (1992 :27) yang menyebutkan
setidaknya terdapat empat keuntungan melakukan studi politik secara komparatif,
yakni :
·
learning about other countries casts fresh light on our own;
·
comparison enables us to test general hypotheses about politics;
·
comparison improves our clasifications of political processes;
·
comparison gives us some potential for prediction.
Jika ilmu politik menggunakan metode komparasi dalam
praktek analisisnya terhadap gejala politik maka ilmu pemerintahan pun dengan
sedikit modifikasi tentunya dapat pula menggunakan metode tersebut untuk
memahami gejala pemerintahan. Sekedar menyebut contoh bahwasanya metode
komparasi dapat digunakan oleh ilmu pemerintahan, dapatlah disebut di sini
karya S. Pamudji (1985) Perbandingan Pemerintahan, atau S.H. Sarundajang
(2001) Pemerintahan Daerah di Beberapa Negara., sebagai hasil studi
komparasi yang telah dipublikasikan secara luas.
Namun demikian, sebelum mencoba penggunaan metode
tersebut dalam mengamati gejala pergeseran format pemerintahan daerah di
Indonesia, tidaklah terlalu berlebihan apabila penelusuran konsep dan konteks
penggunaannya diuraikan terlebih dahulu.
2. Studi Komparatif :
Konsep dan Refleksi Penggunaannya
Sebelum membahas kerangka kerja maupun teknik perbandingan,
perlu kiranya dipertegas lebih dahulu pengertian metodologi ilmu pemerintahan
dan metode penelitian pemerintahan. Dalam kaitan ini uraian yang diberikan oleh
Taliziduhu Ndraha (2001 : utamanya Bab xxv dan xxvi) menarik untuk dicermati.
Ndraha (2001 : 640) menegaskan bahwa metodologi ilmu pemerintahan
“menunjukkan bahan baku body of knowledge yang disebut ilmu pemerintahan itu,
dan bagaimana konstruksinya, sehingga ilmu yang bersangkutan tetap bertahan
dan berfungsi internal dan eksternal dalam kondisi apapun”...Sementara
itu metode penelitian pemerintahan disebutkannya sebagai tools of analysis dalam
menghadapi masalah-masalah yang ditemukan oleh ilmu yang bersangkutan.
Melalui uraian tersebut secara umum dapat dikatakan
bahwa metodologi ilmu berkaitan dengan construct model ilmu yang
bersangkutan, sedangkan metode penelitian berkenaan dengan upaya menangkap dan
menganalisis fakta, data untuk kemudian diinterpretasikan melalui conceptual
framework yang telah disediakan oleh metodologi ilmu.
2.1. Telaah Konseptual
Setelah memahami perbedaan mendasar antara metodologi
ilmu pemerintahan dengan metode penelitian pemerintahan, maka metode komparatif
sedikit banyaknya dapat dikenali baik sisi makronya sebagai conseptual model
maupun sisi mikronya sebagai tools of analysis . Dengan lain perkataan,
di saat kita menetapkan konstruksi model format pemerintahan yang akan
diperbandingkan maka kita berada pada ranah metodologi ilmu, sementara itu
tatkala kita mulai mengumpulkan data di lapangan menurut conceptual model
yang telah disusun maka kita beralih ke dalam ranah metode penelitian.
Singkatnya, metodologi ilmu berbicara tentang cara kita melihat, sedangkan
metode penelitian berbicara tentang menggapai dan menganalisis apa yang kita
lihat.
Demikian halnya dengan metode perbandingan, pada
dasarnya menentukan cara kita melihat format pemerintahan daerah, apakah
membuat perbandingan pada tingkat negara, tingkat masyarakat, atau pada tingkat
kebijakan (Hague, Harrop, dan Breslin, 1992 : 31). Selain itu, perbandingan
dapat juga dilakukan pada konteks-konteks khusus, misalnya perbandingan model
pendelegasian wewenang/urusan pemerintahan yang digunakan oleh tim GTZsfdm
bekerjasama dengan tim Revisi UU 22/1999 dari DDN dalam menata format
pemerintahan daerah.
2.2. Metode Studi Komparatif : Contoh Penggunaan
Untuk lebih jelasnya penggunaan metode komparasi ini
dapat dilihat contoh penggunaan berikut ini (cuplikan disarikan dari : Legal
Standing and Models of Local Government Functions , SfDM Report, 2002) :
Studi komparatif ini dilakukan di 16 negara yang berbentuk kesatuan (unitary
state) dan berbentuk federal (federal state), yakni : Cambodia,
Italy, South Korea, Marocco, Nepal, New Zealand, Philippines, Romania, South
Africa, Sweden, Uganda, U.K. (mewakili negara kesatuan); Australia, Canada,
Germany, dan United States (mewakili negara federal).
Aspek yang diperbandingkan adalah : pengaturan tentang
prinsip-prinsip dan fungsi pemerintahan daerah, model delegasi
kewenangan/urusan pemerintahan, pengaturan tentang kewenangan wajib dan standar
pelayananan minimal (SPM).
Temuan pokok yang diperoleh dalam studi tersebut dapat
dirinci sebagai berikut :
A.
Pengaturan tentang
prinsip-prinsip dan fungsi pemerintahan daerah :
·
secara umum di negara-negara
federal pengaturan ditempatkan di dalam naskah konstitusi;
·
sementara di negara-negara
kesatuan pengaturan mengenai hal tersebut cukup bervariasi namun secara umum
ditetapkan dalam UU sebagai penjabaran dari konstitusi
B. Model delegasi kewenangan/urusan pemerintahan :
·
secara umum telah menganut “general
competency” ketimbang “ultra vires”
·
terdapat model hibrida yakni “general
competency” yang dibarengi dengan penentuan kewenangan wajib (obligatory
functions) bagi masing-masing daerah otonom.
C. Pengaturan Kewenangan wajib dan SPM :
·
Sebagian ditentukan secara
seragam. Sebagian lainnya mengenal model asymetrical ;
·
SPM ditentukan menurut UU
sektoral, sebagian lainnya diintegrasikan ke dalam UU tentang pemerintahan
daerah.
Cuplikan di atas, tentunya dapat dipergunakan untuk menyusun
format pemerintahan daerah di masa depan terkait dengan adanya keinginan
politik untuk melakukan revisi terhadap UU 22/1999 utamanya berkenaan dengan
arsitektur hubungan kewenangan/urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan
serah.
Selanjutnya, berdasarkan kajian komparasi tersebut dapat
pula dikenali praktek-praktek terbaik (best practices) dalam pengelolaan
hubungan pusat-daerah yang terdapat di berbagai negara. Dengan pengenalan dan
pemahaman tersebut dapat dipreskripsikan suatu model hubungan pusat-daerah yang
lebih rasionil, efektif, efisien dan akuntabel.
Tentunya, selain berbagai keunggulan sebagaimana
tersirat melalui uraian di atas, maka terdapat pula serangkaian kendala yang
senantiasa menjadi persoalan dalam melakukan studi komparasi. Berkenaan dengan
kendala-kendala yang ada, maka penggunaan metode komparatif memerlukan
serangkaian prasyarat agar dapat diterapkan. Uraian selanjutnya akan
mengelaborasi hal tersebut.
3.
Dilema Studi Komparatif
Kendatipun penggunaan studi komparatif dapat dilakukan
untuk mencari dan mengenali aspek-aspek tertentu yang diperbandingkan,
mengembangkan tipologi dan klasifikasi atas gejala empirik, serta membuat
prediksi atas sejumlah gejala pemerintahan, di sisi lain studi komparasi
memiliki keterbatasan.
Adapun keterbatasan yang menonjol dapat dikutipkan di
sini sebagaimana dikemukakan oleh Hague, Harrop, dan Breslin (1992 : 30), yakni
·
keterbatasan kemampuan dalam
menguji teori secara tepat dalam konteks lokasi penelitian;
·
keterkaitan antar objek
menyulitkan kita dalam menganalisisnya secara independen;
·
gejala yang sama belum tentu
dimengerti secara sama pula oleh suatu lokasi/daerah tergantung konteksnya;
·
problem lain muncul apabila
yang diperbandingkan sangat kontras perbedaannya.
Melalui uraian di atas maka semakin diperlukan
kehati-hatian dalam menerapkan metode perbandingan ini karena potensi
kekeliruan dalam mengamati gejala semakin besar tatkala prasyarat yang harus
ada diabaikan.
4.
Penutup
Sekelumit tentang metode studi komparatif telah
diberikan, tentunya uraian ini tidak menjamin pembaca langsung mahir
menggunakannya. Untuk memperoleh kemahiran tentu dibutuhkan latihan dan terjun
dalam penelitian yang sebenarnya. Namun demikian, melalui uraian singkat ini
setidaknya telah dikenali konsep, desain, keunggulan, kelemahan dan yang
terpenting kapan dan dalam situasi yang bagaimana metode baik digunakan.
Singkatnya, metode komparasi hanyalah salah satu dari sekian banyak
metode yang dapat digunakan dalam memahami gejala pemerintahan sesuai
konteksnya.
Chadwick, Bahr dan Albrecht, 1991, Metode
Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Semarang Press, Semarang.
Ferrazi, Gabriele, 2003 : Proposal
for The Improvement of The Regulations on Functional Assignments in law
22/1999, GTZ-SfDM, USAID-PERFORM , Jakarta.
GTZ-SfDM dan DDN, 2002 : Legal
Standing and Models of Local Government Functions, Jakarta, unpublished
working paper.
Hague, Rod, Martin Harrop, and Shaun
Breslin, 1992 : Comparative Government and Politics, An Introduction, Third
Edition, Macmillan, Hampshire, England.
Huntington, Samuel, 2003 Benturan Antar
Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Terjemahan, PT.Qalam, Yogyakarta
Nawawi,
Hadari, 1995, Metode Penelitian Bidang
Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Metodologi
Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta.
................, 2001 : Kybernologi, Jilid I dan II, PPS BKU Ilmu
Pemerintahan, UNPAD-IIP, Jakarta.
Nitibaskara, Tubagus, 2002. Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah,
Sketsa Bayang-Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah, PT.
Peradaban, Jakarta
Nugroho, Riant, 2000, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Kajian dan Kritik atas
Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, PT. Elex Media Kompetindo Kelompok
Gramedia, Jakarta
........................., 2001, Reinventing
Indonesia, Menata Ulang Manajemen Pemerintahan Untuk Membangun Indonesia Baru
Dengan Keunggulan Global, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia,
Jakarta
Pamudji, S., 1985 : Perbandingan
Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta.
Rasyid, M. Ryaas, 1997, Makna Pemerintahan: Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, MIPI Yarsif Watampone, Jakarta.
………,
2001, Penjaga Hati Nurani Pemerintahan,
PUSKAB dan MIPI, Jakarta
Sarundajang,
S.H., 2001 : Pemerintahan Daerah di Beberapa Negara, Sinar Harapan,Jakarta.
Sorensen, Georg, 2003, Demokrasi dan Demokratisasi, Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia Yang
Sedang Berubah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Wasistiono, Sadu, 2002, Kapita
Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokusmedia, Bandung.
Zakaria, Yando, 2001, Mensiasati
Otonomi Daerah, Demi Pembaharuan Agraria, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar